Sunday , 8 September 2024
Home / LifeStyle / Leisure / Corp / Moratorium dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit
Dirjen PKTL San Afri Awang dikerumuni wartawan usai acara paparan evaluasi perkebunan kelapa sawit, Senin (18/7) di Jakarta. Ist

Moratorium dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit

Jakarta, NextID – Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL), San Afri Awang dalam konferensi pers yang digelar di Ruang Sonokeling, Kementerian LHK, Senin (18/7) di Jakarta menyatakan,  potensi luas lahan minimal yang dapat dijadikan obyek moratorium sawit adalah seluas ± 948.418,79 ha.

“Jika moratorium ditetapkan selama 5 tahun, maka luas ini sama dengan mencegah emisi gas rumah kaca sebesar 0,26 Gt eCO2 (0,05 Gt eCO2/Tahun) atau hampir mencapai 20% dari baseline emisi deforestasi tahunan sebesar 0,293 GtCO2/Tahun (Indonesian FREL Document). Potensi luasan minimal ini didapatkan dari data jumlah luasan yang sedang diusulkan oleh perusahaan untuk izin pelepasan kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit,” ujarnya.

Menurut Awang, moratorium atau penghentian sementara perizinan perkebunan kelapa sawit memiliki konsep untuk memperbaiki tata kelola komoditas kelapa sawit nasional, yaitu dalam hal perlindungan lingkungan, pengendalian perizinan dan peningkatan produktifitas perkebunan kelapa sawit, peningkatan pembinaan petani, pengembangan industri hilir kelapa sawit, dan penurunan emisi karbon nasional dari deforestasi dan degradasi hutan sesuai dengan instruksi langsung Presiden Jokowi.

Kementerian LHK, menurutnya,  telah menetapkan kriteria untuk menilai lahan-lahan yang akan dimoratorium sebagai perkebunan kelapa sawit, yaitu kriteria (1) Hasil evaluasi terhadap pelepasan dan tukar menukar kawasan hutan untuk tujuan perkebunan kelapa sawit yang belum dikerjakan/dibangun; (2) Lahan yang terindikasi tidak sesuai dengan tujuan pelepasan dan tukar menukar; (3). Izin perkebunan kelapa sawit yang sudah existing, namun terindikasi dipindah-tangankan pada pihak lain; (4)  Izin perkebunan kelapa sawit yang sudah existing, namun tutupan hutannya masih produktif; dan (5) Izin perkebunan kelapa sawit yang berada di dalam kawasan hutan.

Awang menekankan,  beberapa penelitian produktifitas komoditas kebun sawit nasional, baik yang berasal dari kebun milik perusahaan swasta maupun kebun milik rakyat masih jauh lebih rendah dari produktifitas yang seharusnya. Moratorium ini adalah upaya perbaikan komoditas kebun sawit baik milik swasta maupun milik rakyat, dengan melakukan upaya peningkatan produktifitas, kebun milik swasta yang sekarang baru mencapai 3 ton/ha dan kebun rakyat yang berada pada kisaran 2 ton/ha harus dapat ditingkatkan menjadi 6 – 7 ton/ha.  Pada saat yang sama, perlu dilakukan penyempurnaan standar ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil System) agar produk sawit dari kebun rakyat diakui pada tingkat pasar internasional.

“Penundaan izin dan evaluasi ini perlu diatur melalui Instruksi Presiden, mengingat perkebunan kelapa sawit khususnya yang bersumber dari kawasan hutan kewenangannya diatur secara konkuren (kewenangan bersama) antar instansi baik Pusat maupun Daerah,” jelas Awang.

About Gatot Irawan

Check Also

Anak Indonesia Menjadi Pemenang Utama pada Ajang TDCAC ke-17 di Jepang

Jakarta, NextID – Kabar gembira dari ajang Toyota Dream Car Art Contest (TDCAC) ke-17 tingkat global yang …

Leave a Reply