Home / LifeStyle / Leisure / Art / Memaknai Batik Warisan Ibu
Sri Hariswati dengan salah satu koleksi batik klasiknya yang indah. (GI)

Memaknai Batik Warisan Ibu

Jakarta, NextID – Mengisi hari dengan mengeksplorasi berbagai sisi kehidupan dengan ketajaman mata hati, tentu sama artinya memberi ruang kekuatan kepada diri sendiri, bahkan untuk  orang lain dalam menata hidup.  

Yang pasti Tuhan sudah memberikan kecerdasan intelektual, emosional, juga kecerdasan spiritual. Berbagai keistimewaan ini yang pada akhirnya akan bermanfaat bagi “kemenangan“ masa depan dan generasi penerus jika dirangkum dalam sebuah tindakan.

Tindakan yang juga mempertajam potensi diri dengan melakukan hal-hal yang disukai tentu akan mendatangkan kebahagiaan yang tak dapat dinilai dengan mata uang apapun. Kenyataan itu terkesan yang dialami oleh salah satu putri Ibu Hartini Soekarno, yaitu Ibu Sri Hariswati dalam sikapnya mempelajari, memelihara, dan menata helai kain batik sebagai warisan dari sang ibu terkasih.

Motif naga sajodo karya Go Tik Swan (kiri) dan motif phoenix karya Iwan Tirta (kanan). (GI)

Melihat apiknya warisan yang berupa wastra dari Ibu Hartini mengingatkan saya pada pendapat William Ellery Channing yang mengatakan bahwa setiap individu memiliki keunikan bakat, karakter dan cara dalam menjaga apa yang diberikan kepadanya. Dari apa yang dimiliki itu tak pernah juga terduga betapa berharganya kita untuk diri sendiri dan orang lain.

Melalui sikap Ibu Sri Hariswati yang akrab dipanggil Mba Cik itu maka banyak orang, tentu juga generasi penerus bisa menyaksikan betapa kayanya seni membatik di negeri ini. Gemilang dan eksotisnya batik itu juga yang pada akhirnya pada 2 Oktober 2009 Unesco (United Nations Educational Scientifie and Cultural Organization) menetapkan batik sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan non bendawi (Master of the Oral and Intagible Heritage of Humanity).

Tentu saja kekayaan motif batik tulis itupun terlihat jelas pada kain yang terpelihara baik di susunan koleksi Mba Cik. Karya batik sesuatu bukti memberikan keleluasan untuk sebuah kreativitas, yang tentu saja biasa dituangkan dalam bentuk kain panjang, sarung juga selendang. Tak disangkal dari sekitar 200 helai kain yang dikoleksinya bertebaran juga motif-motif yang memberi kesan eksotis namun klasik dan berkarakter dari sebuah kekayaan seni membatik yang kuat.

Batik “nyeleneh” karya Tris Hadi. (GI)

“Banyak kain batik tulis Ibu itu karya dari Go Tik Swan. Mungkin yang dibuat sekitar tahun 1950-an. Ini contohnya, motif Kumodowati Boyo,” begitu jelas ibu dua putra dan seorang putri itu, sambil membentang kain panjang yang dimaksud.

Selain motif yang disebutkan juga dijumpai motif Burung Hong, motif batik yang ditemukan sepanjang zaman dalam karya batik, bahkan di Cina burung Hong telah dikenal sejak 8.000 tahun lalu. Saya berharap semoga generasi penerus bisa melestarikan sekaligus mengembangkan kekayaan seni batik ini,” tegasnya.

Motif sawung galing (kiri) dan naga sajodo (kanan) karya karya Go Tik Swan. (GI)

Yang tak kalah menarik di koleksinya adalah batik lereng motif parang tuding yang bisa dijumpai dalam beberapa warna. Ada kuning, merah, hijau  dan biru. Juga motif seperti buketan bunga matahari. Koleksi batik itu memperlihatkan setiap garis dan titik-titik dibuat dengan cermat dan apik. Karya agung itu memang memiliki detil yang indah. Namun menyinggung soal koleksinya yang benilai sejarah, Mba Cik tampak menerawang sejenak. Mengingat cukup signifikannya koleksi yang berupa kain-kain warisan ini, tentu Mba Cik telah berpikir jauh ke depan. “Suatu saat nanti sangat mungkin karya seni ini diberikan ke museum yang ada di negeri ini,” tandasnya.

Batik lereng motif parang tuding, salah satu koleksi yang dimiliki Mba Cik. (GI)

Keapikan Ibu Hartini memang menurun pada putrinya, Mba Cik.  Itu terkesan dari tampilan kain-kain batik tulis yang ada. “Ibu memang sangat rapi. Ketiga putrinya dalam mengenakan kain, belajar dari Ibu. Dia sosok ibu yang teliti dalam menjaga atau merawat kain-kainnya. Dahulu, ketika kakak sulung saya akan memakai kain ibu maka harus mencatat lebih dulu dan dengan tanda tangan,” kenangnya tersenyum.

Mengoleksi Batik Iwan Tirta

Dari susunan batik yang ada terlihat setelan kain panjang dan selendang karya Iwan Tirta. Terbesit berita bahwa keluarga Mba Sri Hariswati memang pemakai karya batik Iwan Tirta (1935-2010), yang memiliki nama asli Nusjirwan Tirtamidjaja. Bisa ditebak fashion taste yang dimiliki para pengguna jasa almarhum Iwan Tirta. Karya-karyanya memang eksotis, apalagi di tangan orang yang apik dalam merawatnya.

Kain panjang dan selendang karya Iwan Tirta. Ist

Tak berlebihan jika karya batik Iwan Tirta itu memang memilik ciri khas tersendiri. Sehingga dia dipercaya mendesain batik untuk 18 kepala negara peserta APEC pada 1994. Iwan juga dosen di Fakultas Hukum International di Universitas Indonesia dan Seskoal (Staf Komando Angkatan laut). Pada 2015, dia mendapat menghargaan dari Pemerintah RI atas dedikasinya didunia karya seni dan budaya.

Kain batik tulis Ibu Hartini itu kini memang telah menjadi koleksi Mba Cik. Dan, karya elok itu hanya bisa dilihat oleh orang-orang tertentu. Dengan perawatan rutin layaknya merawat batik maka terlihat warisan yang berupa wastra itu, utuh. Menikmati keindahan batik eksklusif di kediaman Mba Cik yang tertata resik dan asri, mempertebal keyakinan diri bahwa bangsa ini sejak lama telah memiliki rasa seni yang tinggi.

Segala sesuatu pasti memiliki keindahan tersendiri, namun sayangnya tak semua orang bisa melihat itu dengan baik. (Martha Sinaga)

Batik klasik Kumodowati Boyo karya Go Tik Swan yang pernah ditawar dengan harga selangit namun tak dilepas. Lagi dan lagi nilai sejarah itu memang mahal. Ist

About Gatot Irawan

Check Also

Honda Stylo 160 ABS Royal Green Varian CBS Bakal Hadir

Jakarta, NextID – Buka bersama PT Astra Honda Motor (AHM) di Telaga Senayan, Selasa (26/3) …

Leave a Reply