Home / LifeStyle / Leisure / Corp / Corporate / Perlu Wawasan Kebangsaan dalam Diplomasi yang Membumi
Seminar secara virtual dengan 3 diplomat senior selaku nara sumber yaitu A. Agus Sriyono (Dubes RI untuk Tahta Suci Vatican 2015-2020, Bagas Hapsoro (Dubes RI untuk Swedia dan Latvia 2015-2020), dan Dr. Abdurrahman M. Fachir (Wakil Menlu RI 2014-2019 dan Dubes RI untuk Mesir tahun 2007-2011), digelar Selasa (23/3) di Universitas Prasetya Mulya. Ist

Perlu Wawasan Kebangsaan dalam Diplomasi yang Membumi

Jakarta, NextID – ”Aspek pengalaman dalam bernegosiasi perlu disampaikan dalam memperjuangkan kepentingan nasional bangsa Indonesia,” buka Franky Supriyadi, Wakil Rektor Universitas Prasetiya Mulya, dalam sambutan pembuka yang diberikan pada Seminar Webinar Kebangsaan ”Negosiasi Ala Diplomat,” Selasa (23/3). 

Wakil Rektor itu mengharapkan agar pengetahuan, pengalaman dan jejaring kerja (networking) dengan masing-masing Dubes juga dapat disampaikan agar memberikan pengayaan pemikiran bagi para mahasiswa, pebisnis dan pemerhati hubungan internasional. 

Bertempat di Universitas Prasetya Mulya, pada hari itu telah diselenggarakan Seminar secara virtual dengan 3 diplomat senior selaku nara sumber yaitu A. Agus Sriyono (Dubes RI untuk Tahta Suci Vatican 2015-2020, Bagas Hapsoro (Dubes RI untuk Swedia dan Latvia 2015-2020), dan Dr. Abdurrahman M. Fachir (Wakil Menlu RI 2014-2019 dan Dubes RI untuk  Mesir tahun 2007-2011)

Dalam seminar yang dipandu oleh Suherman Widjaja, para pembicara menjelaskan beberapa materi terkait fungsi diplomasi dan beberapa aspek pelaksanaan diplomasi di luar negeri.  Diskusi juga menjadi cair dan dinamis karena para nara sumber mengulas praktek dan pengalaman bernegosiasi sebagaimana ditulis dalam ”Buku Diplomasi: Kiprah Diplomat Indonesia di Mancanegara.” Dua puluh satu artikel dalam buku Diplomasi itu yang ditulis oleh tujuh belas diplomat Indonesia merepresentasikan tugas dan fungsi diplomasi.

Elemen Negosiasi

Agus Sriyono mengawali presentasinya dengan memaparkan secara umum tentang elemen negosiasi. Disampaikan, tugas dan fungsi utama diplomat, yaitu mewakili (representing), melindungi (protecting), negosiasi (negotiating), memajukan/promosi (promoting), melapor (reporting), dan mengelola (managing).

Dalam konteks itu, cakupan peran seorang diplomat antara lain mewakili dan melindungi kepentingan nasional negaranya melalui perundingan; memajukan kerja sama politik, pertahanan, ekonomi, sosial, dan budaya; melindungi warga negaranya; melaporkan hal-hal penting kepada pemerintahnya; dan, mengelola hubungan antara negara yang diwakili dan negara akreditasi atau organisasi internasional sesuai misi Perwakilan yang diemban.

Agus Sriyono menyampaikan pula, dalam rangka promoting aspek sosial dan budaya, selaku Duta Besar RI mengambil prakarsa untuk mengadakan dialog antarumat beragama bagi para diaspora Indonesia di Eropa yang berasal dari berbagai agama. Pertemuan ini kemudian menghasilkan sebuah deklarasi yang dikenal sebagai “Deklarasi Roma.”

“Diharapkan deklarasi tersebut dapat menginspirasi seluruh umat beragama di Indonesia untuk menampilkan wajah yang ramah dan terbuka dalam semangat persaudaraan dalam keimanan, kemanusiaan, dan ke-Indonesiaan,” pungkas Agus.

Panelis kedua, Bagas menyampaikan, salah satu kelebihan Indonesia dalam berhubungan dengan dunia luar adalah UUD-nya. Alinea pertama dan keempat konsitusi Indonesia menegaskan prinsip dasar kebijakan luar negerinya. Berikutnya adalah keberagaman yang dimiliki Indonesia. Tidak ada negara satupun di dunia yang menyamainya, yaitu memiliki 714 suku bangsa dan 1.001 bahasa. Falsafah bangsa ini yang menyebabkan saat ini diplomasi membumi untuk kepentingan rakyat.

Sebagai misal diplomasi kopi yang menyangkut keberpihakan kepada para petani, down to earth dan “netes.”  Dinamakan down to earth mengingat hasilnya langsung dinikmati petani. “Netes” bisa melahirkan atau membuahkan sesuatu yang baru. Diplomasi kopi yang diinisiasi Kemlu adalah untuk membantu dan mengedukasi para petani dalam mempromosikan kopi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2018, 96,6% lahan kopi di Indonesia dikuasai oleh perkebunan rakyat yaitu petani mikro dan kecil, 2,02% perkebunan swasta dan 1,86% oleh perkebunan besar milik negara.

Panelis terakhir, Abdurrahman M. Fachir menyampaikan, Dubes sebagai negosiator harus dapat berhubungan dengan siapapun di negara akreditasi dengan pihak-pihak yang mempunyai kewenangan masing-masing. Pihak tersebut antara lain adalah pemerintah, pebisnis, perguruan tinggi, dan LSM.

Di sektor ekonomi, A.M. Fachirsecara lugas menyampaikan sejumlah data tentang arti penting kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Mesir. Hal ini tentu cerminan dari tugas dan fungsi yang terkait dengan promoting di bidang kerja sama ekonomi. Dalam tulisan yang berjudul “Angka itu Penting, Bung: Membumikan Diplomasi Ekonomi di Mesir“ dengan gamblang A.M. Fachir yang menjadi Duta Besar RI untuk Mesir periode 2007– 2011 menyodorkan fakta tiga investor besar Indonesia berhasil melakukan ekspansi bisnis ke Mesir dengan total investasi sebesar US$ 250 juta.

Seminar diselingi dengan tanya jawab peserta dan membahas persoalan yang beragam, termasuk masalah sengketa bersenjata di Azerbaijan-Armenia, isu kelapa sawit dan peranan Indonesia dalam merekonsiliasi perdamaian di Filipina bagian selatan. (Sumber: Kemlu RI).

About Gatot Irawan

Check Also

“Tjikini En Omstreken” – Penyegaran Sejarah di Sekitar Kita

Jakarta, NextID – Ini bukan lagi belajar sejarah tempo doeloe ya, tapi upaya keren untuk …

Leave a Reply