Jakarta, NextID – Meskipun telah terjadi kenaikan pertumbuhan penjualan di kuartal IV/2015 sebesar 16%, namun pasar perumahan nasional dinilai belum menunjukkan pemulihan berarti. Indonesia Property Watch mencatat, secara tahunan pertumbuhan di 2015 masih minus 10% dibandingkan tahun 2014. Ada beberapa faktor yang dapat membuat pasar perumahan enggan melanjutkan tren naiknya di kuartal I/2016.
Penurunan BI Rate menjadi 7% yang seharusnya dapat memberikan pengaruh bagi penurunan suku bunga KPR, belum berdampak meluas lantaran belum banyak bank yang ikut menurunkan suku bunga KPR. “Bank BTN seharusnya dapat menjadi pelopor bagi penurunan suku bunga KPR ini sebagai bank perumahan nasional, namun saat ini Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Bank BTN masih di angka 10,5%,” kata Ali Tranghanda, CEO IPW.
Dengan penurunan 1% suku bunga KPR, imbuhnya, akan memberikan dampak kenaikan pangsa pasar KPR menjadi 4% – 5%. Oleh karena itu, potensi ini jangan sampai diabaikan. Kendati demikian, penurunan suku bunga KPR ini nantinya harus sejalan dengan relaksasi kebijakan di sektor perumahan sehingga dampaknya akan luar biasa.
Ali mengatakan, Bank Indonesia sebaiknya melonggarkan aturan LTV (loan to value) yang ternyata sampai saat ini masih memukul potensi penjualan pasar perumahan.
“Bukan hanya segmen atas saja yang kena imbasnya, segmen menengah sampai bawah pun mengalami penundaan pembelian yang berdampak bagi penjualan perumahan menengah, karena aturan LTV dan KPR Inden saat ini yang masih ketat,” tutur Ali.
LTV dan KPR Inden Diperlunak
Ali mengusulkan adanya penetapan aturan LTV yang progresif. Untuk segmen menengah-bawah dan rumah subsidi dengan fasilitas FLPP, LTV dapat menjadi 100%, sehingga uang muka menjadi 0%. Untuk segmen menengah dia mengusulkan LTV 90%, sehingga uang muka menjadi 10%.
Sementara itu untuk segmen atas, Ali mengatakan bisa diperketat, karena pada dasarnya yang terjadi aksi spekulasi besar-besaran ada di segmen atas. Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa segmen atas pula yang dapat memberikan dampak bagi pergerakan pasar perumahan secara umum.
Sebenarnya, imbuh Ali, hal ini pernah disampaikan tahun lalu, namun Bank Indonesia bergeming.
Padahal, Bank Indonesia diharapkan dapat menjadi stimulus dalam menggerakkan pasar perumahan. Tentunya relaksasi kebijakan ini bisa dibuat sementara sampai pasar pulih sepenuhnya.
“Dengan kondisi pasar perumahan saat ini, bukan waktunya untuk menekan sektor perumahan dengan aturan yang ketat. Pada saatnya nanti, Bank Indonesia pun dapat kembali memperketat aturan ketika pasar sudah pulih,” pungkasnya.(Rumah.com)