Yogyakarta, NextID – Kehadiran smartphone menghadapkan perempuan pada beragam situasi yang mendua. smartphone memberikan peluang pemberdayaan bagi perempuan. Namun begitu, alat komunikasi ini juga berpeluang melanggengkan konstruksi nilai dominan tentang perempuan.
“Smartphone bahkan bisa menjadi alat represi bari bagi perempuan. Namun demikian menghindari penetrasi smartphone dalam kehidupan sehari-hari saat ini bukanlah hal yang mudah,” tegas Mite Setiansah saat ujian meraih gelar Doktor di UGM, Selasa (11/1).
Lewat disertasinya yang berjudul “ Pemaknaan Smartphone oleh Perempuan Urban: Interaksi Gender, Kelas, dan Agama”, Mite mengungkapkan bahwa smartphone telah mengaburkan batasan ruang publik/domestik, produktif/reproduktif, work/pleasure time yang selama ini seringkali membuat perempuan represi dan subordinasi. Melalui smartphone, lanjut Mite, perempuan tidak lagi bisa berposisi sebagai objek/konsumen, tetapi juga bisa menjadi subjek/produsen.
Perempuan bisa mengkonstruksi identitas dirinya sebagai subjek.
“Perempuan bisa menyuarakan gagasan dan pikiran yang dalam situasi tertentu tidak selalu didengar di dunia nyata,” ujar dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto ini
Disamping itu, kata Mite, perempuan bisa memperoleh kesempatan untuk mengaktualisasikan diri, memperoleh posisi, serta berpartisipasi dalam praktek ekonomi, sosial hingga keagamaan secara leluasa. “Smartphone telah membuka peluang yang luas bagi perempuan untuk memiliki keberdayaan (agency),” tuturnya.
Sementara disisi lain, kehadiran smartphone menimbulkan beban tambahan bagi perempuan dengan sifatnya yang mengaburkan batasan ruang dang waktu. Praktek ekonomi yang dilakukan perempuan melalui smartphone saat ini telah menambah beban perempuan. “Beban perempuan yang semula dikatakan hanya berkutat dengan sumur, dapur, dan kasur, dalam waktu bersamaan kini juga berurusan dengan order, transfer, dan deliver,” ungkap Mite lagi. (Kontributor NextID Yogyakarta – Christian)