Sebanyak empat kota di Indonesia meraih indeks tertinggi sebagai kota sekunder pintar dalam riset “smart secondary city” di empat negara Asia Tenggara.
Keempat kota sekunder itu adalah Surabaya, Bandung, Semarang dan Makassar. Kota sekunder dalam penelitian ini kriterianya adalah memiliki penduduk minimal 200 ribu orang, bukan ibukota negara dan bukan kota satelit.
“Jika melihat hasil ini maka sangat potensial sekali perkembangan smart city di Indonesia dan harus menjadi perhatian semua pihak terkait,” kata peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM), Dedy Permadi, dalam Microsoft CityNext Summit 2015, Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, ada tiga hal yang menentukan keberhasilan kota pintar di Indonesia, yakni kepemimpinan, partisipasi publik dan infrastruktur.
“Kepemimpinan yang mutlak sekali diperlukan yakni berupa inisiatif pemimpin, seperti yang ditunjukkan walikota masing-masing kota tersebut,” ujar Dedy yang juga peneliti National University of Singapore itu.
Sementara partisipasi publik terlihat dari bagaimana masyarakat mendukung pemimpinnya mewujudkan kota pintar, serta dukungan infrastruktur berupa kelancaran akses internet.
Proyek yang digelar Microsoft bekerjasama dengan Lee Kuan Yew School of Public Policy dan UGM itu, dilakukan selama satu setengah tahun di Indonesia, Vietnam, Filipina dan Thailand.
“Dari keempatnya kami mengidentifikasi 48 kota sekunder, dan bagaimana mereka memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK),” kata dia.