Home / LifeStyle / Property / Karut Marut Kepemilikan Properti Asing Patut Dipertanyakan

Karut Marut Kepemilikan Properti Asing Patut Dipertanyakan

Indonesia adalah negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat. Pendapatan GDP Indonesia juga terus meningkat setiap tahunnya. Hal itu menjadikan Indonesia pasar seksi yang tidak ingin dilewatkan setiap investor.

Tentunya, investor asing atau ekspatriat yang bekerja di Indonesia membutuhkan banyak hunian. Saat ini pemerintah sedang mengkaji wacana untuk memberikan hak pakai seumur hidup kepemilikan properti untuk asing. Kebijakan itu tentunya akan meningkatkan pendapatan negara dan membangkitkan libido pasar properti Indonesia yang sedang lesu.

Namun, banyak para pengamat properti yang mempertanyakan dan menolak kebijakan tersebut. Ketua Housing Urban Development HUD Institute (HUD), Zulfi S Koto mengatakan, kebijakan penerapan hak pakai seumur hidup harus hati-hati. Lokasi tanah yang ada sangat terkait UU Penataan Ruang, UU Bangunan Gedung, dan UU Otonomi Daerah yang terletak di masing-masing Pemerintah Daerah.

“Selain itu, tolong diperhatikan UU Hak Tanggungan, UU Fidusia, dan UU Ahli Waris. Jadi, tidak bisa seenaknya saja,” katanya.

Direktur Eksekutif IPW, Ali Tranghanda, melihat kebijakan pemerintah terkait perpanjangan hak pakai properti sampai 70 tahun akan menjadi daya tarik WNA untuk membeli properti di Indonesia. Selain itu, kondisi hukum dan stabilitas ekonomi politik menjadi faktor pendukung.

Banyaknya investasi asing masuk dan bertambahnya ekspatriat yang ada, Indonesia membutuhkan hunian yang banyak. “Saat ini banyak praktik kepemilikan asing melalui nomine pinjam nama, perjanjian pranikah, dan kawin campur yang banyak terjadi di Bali. Ini jangan dijadikan alasan untuk dapat melegalkan kepemilikan asing, apalagi dengan status hak pakai seumur hidup,” tuturnya kepada SH, Senin (27/7).

IPW melihat perizinan kepemilikan asing hanya masalah waktu. Namun, pemerintah harus menyiapkan semua instrumen sebagai proteksi sehingga harga tanah tidak naik terlalu mahal dan menimbulkan bubble.

Pemerintah juga harus menjamin harga tanah tidak akan naik, menyusul dibukanya kepemilikan properti oleh asing. Pemerintah harus dapat membuat instrumen yang dapat mengendalikan harga tanah melalui bank tanah sehingga dapat meminimalisasi risiko kenaikan harga tanah yang terlalu tinggi.

“Sebelum diberlakukan kebijakan kepemilikan asing, Indonesia harus mempersiapkan dahulu sistem perumahan nasional termasuk penyediaan public housing,” ujarnya.

 

Pajak Tidak Signifikan

IPW melihat penerimaan devisa dari kepemilikan properti oleh asing tidak seheboh yang diperkirakan dan tidak signifikan. Hal itu berbeda, bila pemerintah membuka arus investasi secara korporasi properti untuk dapat mengembangkan bisnis propertinya di Indonesia seperti kehadiran Aeon, Tokyu Land, Keppelland, Toyota, Hongkong Land yang telah menanamkan investasinya di Indonesia. Para pengembang perumahan asing itu akan menggerakan ratusan industri yang terkait langsung ataupun tidak langsung pada bisnis sehingga sektor riil akan bergerak.

“Kepemilikan asing tidak akan meningkat penerimaan pajak secara signifikan karena ini hanya bersifat ritel. Berbeda bila pemerintah membuka kran investasi dengan modal yang banyak masuk Indonesia,” ujarnya.

 

Waspadai “Bubble”

Pemerintah harus mengambil langkah-langkah nyata untuk mengendalikan pasar. Pasar properti Indonesia akan bubble dalam lima tahun. Ali mengatakan fenomena bubble telah terjadi di negara-negara yang membuka kepemilikan asing dalam skala luas.

“Dampak negatifnya benar-benar perlu dipertimbangkan karena pasar properti premium Indonesia akan berpotensi bubble dalam lima tahun sehingga Program Sejuta Rumah akan sulit terwujud,” katanya.

Dengan dibukanya kepemilikan properti oleh asing, batasan harga properti menjadi skala regional. Harga properti yang tadinya Rp 2 miliar dapat langsung terkerek naik menjadi Rp 5 miliar agar dapat dibeli oleh asing.

“Selisih harga itu yang merupakan indikasi awal terjadinya harga semu dan bubble. Ini rentan terhadap kondisi regional yang dapat mengakibatkan harga jatuh sewaktu-waktu, bila kondisi regional tidak menguntungkan,” tuturnya.

“Kami mengharapkan pemerintah mengkaji batasan harga yang ada dijadikan patokan minimum untuk properti asing. Selain itu, harus ada batasan zonasi, jumlah unit yang boleh dibeli, siapa saja yang boleh membeli, komposisi jumlah dalam satu tower, harus dikaji,” ujarnya.

About support

Check Also

Pinhome: Resiliensi Pasar Properti Indonesia Didorong Pembeli Rumah Pertama dan Millennial

Jakarta, NextID – Setelah merilis Pinhome Indonesia Residential Market Report 2023 & Outlook 2024 di awal …

Leave a Reply