Sunday , 8 September 2024
Home / LifeStyle / Leisure / Art / Ulos Membuka Jendela Dunia
Booth Torang Sitorus di ajang Adiwastra Nusantara yang menampilkan pameran bertema "Uis Karo." (MS)

Ulos Membuka Jendela Dunia

Oleh Martha Sinaga

Jakarta, NextID – Pameran Adiwastra Nusantara di Jakarta Convention Center telah usai kurang lebih seminggu lalu. Wastra yang disajikan di ajang itu cukup variatif,  berupa suguhan dari berbagai kreator, dan para penenun dari berbagai daerah di negeri ini. Tak lupa juga para pebisnisnya yang mengambil momen  itu. Nuansanya memang penuh harmoni.

Satu dari suguhan pameran tenun motif etnik Nusantara  itu memantik mata untuk disimak, dipelajari dan sangat mungkin untuk dikaji dalam rentang waktu tertentu. Sebut saja salah satu pemilik anjungan yang khas adalah kolektor dan desainer ulos, Torang Sitorus. Tentu nama itu tak lagi asing dikuping ya, karena paparan koleksi ulosnya tak hanya di ajang pameran wastra di dalam negeri, tapi juga sampai di belahan benua lain. Ini jelas menarik!

Dengan tindakan itu maka sama artinya Torang membuka jendela dunia untuk memaknai lebih dalam bahwa Indonesia umumnya dan Tano Batak khususnya menyimpan harta karun berupa kain tenun khas Batak: ulos.

Torang Sitorus di booth-nya. (MS)

Oke, mengapa disebut harta karun? Ehm, betapa tidak pada sehelai tenun itu mengungkap  berlapis ilmu pengetahuan. Eh, tapi tunggu dulu sebelum lanjut soal ilmu pengetahuan, apa sih yang disajikan duet kerja Torang Sitorus dengan kuratornya, Laurens Tan, hingga booth mereka tak ada hentinya dikunjungi para pengunjung.  

Boleh jadi anjungan itu didesain unik dan kaya nuansa Batak. Selain temanya yang juga unik: Uis Karo. Kain ulos khas Batak Karo dan segala perangkat etnik khas daerah itu. Antara lain itu yang membuat sajian Torang menarik. Lagi, pengunjung memang sudah mengenal namanya, plus mendapatkan banyak info menarik soal budaya lokal, maka tak heran mereka pulang dengan menjinjing tas penuh berisi ulos karena memang Torang membuka beberapa anjungan di ajang itu. Hebat!

Dua hal yang diterapkan Torang mengapa  karya dan koleksinya mencuat keras di tengah sajiannya. Pertama, ia paham tunak tentang tenun ulos. Berkarya dengan kepekaan dan kecerdasan hati  maka dalam berbisnis tak dilihat sebagai marketing yang kasat mata, tapi itulah ‘gaya khas’ Torang.  Yang kedua, ia memiliki sentuhan pribadi yang hangat menghadapi calon pembeli, dan menjawab berbagai pertanyaan yang dibutuhkan para calon pembeli.

Uis Karo

Nah, dari dua hal itu apa yang disajikan menarik perhatian. Kali ini dia menyajikan tema menarik di booth-nya: Uis Karo. Lengkap dengan penunjang aksesori yang menggelitik pengunjung untuk menabur pertanyaan. Katakanlah itu dari aksesori yang kala itu dikenakan kaum adam di sana, semacam roncean manik-manik yang dipakai dengan gaya menyilang di tubuh. Unik.

Yang lain aksesori penghias kepala. Mungkin itu sudah tak mudah untuk didapatkan. Belum lagi alat tenun yang lengkap dengan penenunnya. Duh, seakan pengunjung di bawa ke alam Karo jaman dulu. Sentuhan etnik memancar di sana, menguak alam pikir orang yang menyaksikan  melangkah jauh ke tanah Karo.

Untuk menampilkan suasana seperti aslinya, dihadirkan penenun uis Karo. (MS)

Di sisi lain sulit dipungkiri jika lelaki kelahiran Tarutung ini tak memiliki sentuhan hangat marketing. Bahasa tubuh yang “merajakan” pengunjung plus garis senyum yang tak pernah hilang, sama artinya ia mewakili apa yang ia sajikan, sebuah sentuhan yang utuh.

Hasil kerja keraskah semua itu. Yup! Bukankah proses menentukan hasil yang pada akhirnya hasil itu bisa dinikmati generasi ke generasi. “Gini kak, Mamaku pernah bilang, jika aku berkunjung ke berbagai tempat maka aku harus membuka mata, menangkap dengan baik apa yang ada di tempat itu,” ungkap Torang.

Daya tangkap dan usaha untuk mengejawantahkan apa yang ia lihat bahwa tano Batak itu memiliki  harta karun, antara lain tenunan etniknya. Ini yang ditangkap oleh Torang sebagai sebuah warisan yang perlu dipertontonkan, diabadikan, sekaligus dikembangkan.

Itu alasannya mengapa dalam banyak kesempatan ia bisa hadir dengan suguhan tenun etnik yang kuno namun, ada waktunya juga ada sajian desain Torang diperkaya dengan kreasi-kreasi gaun elegan,  yang dibuat dari tenun ulos.

Aksesori yang kala itu dikenakan kaum adam sana, semacam roncean manik-manik yang dipakai dengan gaya menyilang di tubuh. (MS)

Pewarnaan Alam Uis Karo
Jika negara maju  belakangan ini mengajak masyarakat dunia untuk kembali ke alam, lho bangsa ini sejak lama sudah hidup dengan alam. Merawat atau mempertahankan kesehatan dengan mengkonsumsi tumbuhan, atau empon-empon yang dikenal dengan jamu tradisional, sudah biasa di sini.

Di Indonesia terdapat sekitar 30.000 jenis tumbuhan, 10%  merupakan tumbuhan berbunga yang ada di dunia. Bagian dari tanaman ini ada yang ditenggarai  sebagai tanaman obat dan pewarna tenunan (The Green Science of Jamu – 2010, Martha Tilaar dkk).

Tercatat sejak abad 16 bangsa ini sudah “bermain” dengan pewarnaan alam. Maka jika tenun Uis Karo yang dihadirkan Torang menggunakan pewarnaan alam tentu, ini kearifan lokal yang perlu dilestarikan. Itu sebabnya tadi dikatakan bahwa sehelai tenun memiliki kekayaan seni budaya yang sulit untuk diukur dengan mata uang apapun.

Pada sehelai tenun memaparkan sejarah di mana kain itu ditenun. Juga bercerita soal tradisi, unsur antropologi, arkeologi dan lingkungan bahkan agama yang dianut. Sungguh, setiap helai tenun yang ditampilkan Torang tersirat hajatnya ingin berkisah. Mendedahkan betapa pelik, sekaligus indahnya tenun yang dimiliki tano Batak.

Dalam kesempatan terpisah, Torang mengakui bahwa proses penenunan sehelai ulos jauh lebih hebat ketimbang kain-kain yang bermerek buatan luar negeri. “Jauh deh, kain kita lebih hebat. Coba baca sejarah penenunan ulos. Ketika ulos sedang ditenun, kemudian terjadi hujan petir. Ulos belum selesai maka penyelesaiannya tidak akan sama dengan kain yang sudah sempat ditenun. Ini unik, hanya kekayaan imajinasi penenunnya yang bisa menyelesaikan itu,” beber Torang.

Mengabadikan momen bersama Torang Sitorus (kiri); Antaresa Hendita (kedua kiri) – perempuan pelukis; penulis (kedua kanan); dan Laurens Tan (kanan) – kurator. (Ist)

Kekaguman dia terhadap karya seni tanah leluhur yang berupa ulos ini maka muncullah buku “Identity in a Piece of Cloth The Batak Ulos –  The Torang Sitorus Collection” setebal 376 halaman. Buku berisi A-Z tentang ulos dan  kumpulan koleksi ulos Torang Sitorus.

Salut, karena literasi sesungguhnya dibutuhkan sebagai referensi, utamanya untuk generasi penerus yang diharapkan memiliki kepedulian untuk melestarikan juga mengembangkan wastra negeri ini. Semoga.
Teruslah berkarya Torang Sitorus dan selalu berbagi keindahan. ”Keindahan berakar pada hati yang terpesona dan hati yang berhasrat kepadanya,” Khalil Gibran.  


 

About Gatot Irawan

Check Also

New Fortuner 2.8 GR Sport 4×4 with TSS Kini Lebih Gagah dan Sakti  

Jakarta, NextID – PT Toyota-Astra Motor (TAM) menghadirkan New Fortuner 2.8 GR Sport 4×4 with …

Leave a Reply