Sunday , 8 September 2024
Home / LifeStyle / Leisure / Art / Menenun Hati
Foto bersama ketika Ulos mempersatukan di “markas” KCBI di Plaza Semanggi. Ist

Menenun Hati

Oleh Martha Sinaga

Jakarta, NextID – 10 tahun bukan waktu singkat  sebuah komunitas untuk tegak berdiri. Itu yang dialami Komunitas Cinta Berkain Indonesia (KCBI). Mengapa? Tentu ada beberapa ketentuan dan kesepakatan di awal yang dipegang kukuh oleh mereka. Visi dan misi dipahami dengan benar dan bekerja secara gotong royong pun tak kalah penting diterapkan.

KCBI yang didirikan oleh Sita Hanimastuty itu kini sudah berkembang dengan beberapa cabang, termasuk di luar negeri. Kegiatan masing-masing puak terus bisa dirasakan geliatnya. Menurut Titut Santoso yang membawahi bidang program pengembangan, setiap tahun ada 3 program besar yang digelar KCBI.  Sementara kunjungan untuk penyuluhan tentang kain dan sejenisnya tetap dilakukan di berbagai daerah, plus menghadiri berbagai acara yang berkenaan dengan seni-budaya, spesifiknya wastra.

Tutup tahun kerja KCBI 2023 melakukan talkshow dengan mengangkat kain ulos Batak sebagai kupasannya. Acara itu digelar satu jam di Galeri Kaya Indonesia (GIK) – Jakarta. Acara penuh sesak karena antusiasme yang tinggi dari para ibu yang cinta kekayaan wastra negeri, dan sekaligus memang untuk memperingati Hari Ibu, 22 Desember 2023.

Mengintip Kinerja KCBI
Apa sesungguhnya yang dikerjakan kelompok ini untuk memperkenalkan dan  melestarikan sekaligus mengembangkan wastra Nusantara. “Saya memang tidak akan pernah berhenti untuk terus menggali keberadaan kain tenun etnik kita, dan membawanya kepermukaan. Contoh kecil saja, kamilah yang pertama kali mengangkat tenun motif etnik Badui, lewat fashion show. Alangkah indahnya jika kain-kain dari berbagai daerah yang semula “tertutup” akan bisa diperkenalkan dengan baik,” begitu ungkap dan harapan Sita.

Bincang serius dengan KCBI untuk menggelar acara Peringatan Hari Ibu 22 Desember 2023. Ist

Kerja berat? Pasti! Mengingat tak cukup banyak masyarakat negeri ini yang “care” terhadap warisan non benda yang berupa wastra. Tak juga banyak instansi pemerintah yang konsen melakukan sebuah penelitian sekaligus pengembangan kain tenun milik bangsa.

Pertanyaannya, bagaimana sikap KCBI. “Kami akan jalan terus, walau belum ada sponsor yang tetap untuk semua perhelatan dan kinerja KCBI. Harus tetap semangat. Harus punya rasa kebersamaan,” tegas Sita yang  jebolan Universitas Gajah Mada itu lagi dengan nada semangat.

Api semangat Sita ini rasanya yang menjalar ke seluruh pengurus harian, plus puak-puak KCBI di berbagai daerah. Setidaknya itu saya rasakan ketika persiapan untuk gelar talk show di Hari Ibu 22 Desember 23, yang dipercayakan sebagai nara sumber tunggal. Mata melihat, kuping mendengar dan hati menumpuk rasa, cara kerja kelompok yang sarat para puan ini.

Bagian cara kerja itu? Dalil gotong royong walau mungkin tak tertulis, mereka terapkan. Meja rapat, disulap menjadi meja kuliner saking banyaknya snack yang dibawa para ibu yang siap mengisi rapat waktu itu. Sita datang sambil minta tolong tukeran uang untuk membayar jasa Grab yang digunakannya. Uang tukeran didapat, ia sendiri juga yang berlari ke depan membayar. Kecil terlihat masalah ini, namun di situ ada kenyataan bicara, “i am not the boss.”

Mereka masing-masing menjadi pemimpin di “desk” dan bukan menyulap dirinya menjadi bos. Masing masing desk, bisa menjadi pengambil kebijakkan sesuai dengan porsinya. Ini yang asyiek. Apa lagi itu jika tidak untuk sebuah sikap menjaga karisma bangsa lewat wastra. Aduhai banget ya.

Diam sejenak memperhatikan tata kelola panggung bersama Sita Hanimastuty (Ketua Umum KCBI), Melanie Leimena (Penasehat KCBI), Martha Sinaga (Nara sumber) dan Elsava Listy (Ketua Sie Acara). Ist

Lebih jauh dirasakan, ada seorang ibu dengan sigap membantu mengangkat perlengkapan ulos saya, dan harus menunggu ketika para sahabat ingin foto bersama. Begitu juga di ruang konsumsi, seorang ibu pula menawarkan makan siang sebelum saya naik panggung, walau saya harus menikmati sendiri mengingat masing masing punya tugas dan mempersiapkan penampilan fisik mereka di ruang rias.

Mungkin sebagian orang melihat itu biasa dan wajar, tapi kerja tim memang tak terhindari karena falsafah gotong royong tulen diterapkan KCBI. Mungkin sebagian orang melihat itu hal kecil tapi kenyataannya berbeda. Sikap demikian akan menebar image dan hasil yang besar.

Ke depan gimana dan apa yang bakal mereka kerjakan. Pasti ada, walau secara transparan Sita dan timnya belum mengatakan hal itu. Tapi tentunya sinyal itu tetap bercahaya terang, karena ia akui masih banyak seni budaya melalui kain yang belum tergali. Yes, Sita benar. Budaya itu adalah seni tradisi yang dikerjakan berulang-ulang. Bukan hanya sekadar mengenakan kain tenun, lalu berfoto sana sini. Itu rasanya tradisi selfie. Bukan begitu para sahabat? Walau dalam moment tertentu itu perlu. Ehm yah, sah-sah saja.

Kelanjutan kerja KCBI pasti dinanti. Pagari dengan doa dan pikiran nan positif. Ist

Komunikasi Banyak Arah

Jadilah pemimpin yang hebat dengan komunikasi yang tepat dan penuh pemahaman, kata George Shim – pakar komunikasi. Komunikasi tentu ada yang bersifat pribadi dan massa, keduanya berbeda sekali. Tentu komunikasi massa tersedia berbagai cara lewat politik, iklan, publik atau presentasi.

Salah satu tujuan KCBI dibentuk tentunya motivasi. Lee Iacocca berkata, “Motivation is everything and the only way to motivate people is to communicate with them” (motivasi adalah segala-galanya dan satu-satunya cara untuk memotivasi orang adalah berkomunikasi dengan mereka). Motivasi yang digarisbawahi KCBI melalui kain tenun motif etnik Nusantara tentunya menanamkan rasa memiliki bangsa ini terhadap bagian dari kekayaan seni budayanya.

Motivasi yang ditebar tentu tak terhindarkan, salah satunya melalui pena sahabat pers. Tentu saja dengan saling memahami cara kerja pers, yang mempunyai cara dalam pemberitaannya. Pemberitaan bisa dengan kasat mata jika tidak tersedia Siaran Pers dari pihak yang menyelenggarakan acara.

Atau bisa dengan penulisan advetorial – berbayar secara iklan atau berita singkat yang terkadang memberikan kesan pemberitaan berita berat sebelah. Tapi bagaimana pun itulah hak dari sahabat pers dalam memberitakan sebuah berita yang perlu dipahami dan dihargai.

Akan menjadi lebih arif ketika tidak ada sebuah sikap yang dominan di sini, baik dalam pemberitaan maupun dari pihak penyelenggarakan. Keduanya punya porsi atau hak yang sama dalam menjalankan tugasnya. Demi tersiarnya sebuah niat baik, mari sama-sama membangun pemberitaan kekayaan Indonesia melalui wastranya.

Wastra di tengah sastra. Sahabat KCBI siap membaca puisi di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin
Taman Ismail Marzuki (TIM) beberapa waktu lalu. Ist

Dalam meluncurkan sebuah berita tentu ada aturan main redaksi yang jelas dan lugas. Ada berita yang segera diunggah (mengingat sekarang semua di layar internet) dan ada yang menunggu waktu untuk diulas. Pengulasan tentu akan lebih memuat berita lebih panjang dan membutuhkan berbagai informasi untuk keutuhan sebuah berita. Dengan demikian tidak ada istilah atau pendapat bahwa berita itu tidak berimbang.

“Sebuah percakapan tunggal di meja dengan seorang yang bijaksana beberapa saat akan lebih baik ketimbang mempelajari buku selama setahun.” (Henry Wadword Longfellow)

Komunikasi itu pengaruhnya luar biasa, maka persiapannya pun perlu luar biasa. Bukan begitu para sahabat? Pilinan benang menjadi sehelai kain, dan biarkan helai kain itu membungkus komunikasi yang dapat disimak banyak pihak bahwa kerjasama yang baik akan berbuah ranum.

About Gatot Irawan

Check Also

Pendaftaran Kumpul Bikers Honda Terbesar di Indonesia Telah Dibuka!

Jakarta, NextID – PT Astra Honda Motor (AHM) bersama jaringan sepeda motor Honda mengajak bikers …

Leave a Reply