Tuesday , 19 November 2024
Home / LifeStyle / Leisure / Art / Jalinan Jiwa Tenun Ulos
Inilah para ibu yang memahami cinta Tanah Air melalui ulos yang dimiliki dan dirawat.

Jalinan Jiwa Tenun Ulos

Oleh Martha Sinaga

Jakarta, NextID – Komunitas Cinta Berkain Indonesia (KCBI) yang didirikan dan dimotori oleh Sita Hanimastuty, unik. Dalam memperingati Hari Ibu pada 22 Desember 2023 justru menggelar dialog menarik bertempat di Galery Indonesis Kaya (GIK) di Grand Indonesia. Temanya perihal tenun ulos kini dan nanti.

Menurut Ketua Panitia Titut Santoso, acara ini adalah program tahunan KCBI dalam membedah Kain Nusantara, dan kali ini dipilih “Ulos adalah selendang kasih Ibu.” Kerjasama antara KCBI dan GIK itu dibuka oleh Sita Hanimastuty, selaku Ketua Umum KCBI. Singkat dan padat mengingat waktu yang diberikan tak lebih dari satu jam. Ketua Sie Acara Elsava Listy menjelaskan acara selanjutnya diikuti dengan Dendang Nusantara dan Lenggang Nusantara, yang dilakukan oleh para ibu yang tergabung di KCBI.

So, apa sih sesungguhnya yang ingin dipetik dari tenun etnik asal tano Batak ini. Toh berbagai jenis kain tenun motif etnik dari Nusantara telah dihadirkan dan dikupas oleh komunitas yang satu ini? Apa sesungguhnya yang terkandung dipaduan setiap benang menjadi helai demi helai kain sehingga menarik perhatian mereka, dan memilih Ulos untuk diangkat tepat pada Hari Ibu di tahun 2023 ini? Oke kita tilik bersama.

Tembang indah lewat alunan vokal para anggota KCBI

Ulos Seperti Ibu

“Saya memaknai ulos itu merupakan karya seni yang menjadi budaya masyarakat dalam kehidupan masyarakat Batak khususnya dan masyarakat luas umumnya. Ulos mengandung filosofi kuat, juga menjadi perekat hidup manusia batak, antara keluarga inti hingga masyarakat luas. Ulos ini seperti “ibu” melindungi, mengayomi, memberi pelajaran hidup.” Itu ungkap Sita beberapa hari sebelum acara ini digelar. “Saya mau ulos yang diangkat di Hari Ibu 22 Desember 2023,” tegasnya.

Ehm, benarkah sedalam itu makna tenun ulos? Itu kan pertanyaan yang perlu jawaban pasti. Plus, jika ulos itu punya makna yang kuat dalam kehidupan, bagaimana sesungguhnya keberadaan ulos itu sekarang dan nanti.

Untuk keberadaan ulos dewasa ini sangat membahagiakan karena banyak kalangan yang telah mengenakan dalam banyak kesempatan dan keperluan. Bahkan ulos tak jarang dipilih sebagai cindera mata untuk acara-acara kenegaraan di dalam dan luar negeri. Tindakan itu tentu membuat ulos semakin dikenal, dimaknai dan dikaji berbagai kalangan, walau ada ketentuan “aturan” main yang juga tak kalah penting untuk dipahami dengan benar, agar tidak salah kaprah ketika mengenakannya.

Semisal, sebaiknya para kaum hawa tak mengenakan ulos Ragi Hotang. Pasalnya, itu ulos yang hanya dikenakan oleh kaum lelaki. Mustinya Ulos Sadum yang dikenakan karena ini adalah ulos pilihan untuk para puan atau kaum hawa. Tentu masalah seperti ini sebaiknya disosialisasikan lebih sering lagi oleh pihak-pihak tertentu, kaum adat Batak, juga instansi terkait. Bukankah itu termasuk dalam kaitan pendidikan? Bagaimana orang mau merasa memiliki helai demi helai kain tenun motif etnik Nusantara jika masih banyak masyarakatnya yang tak memahami hal-hal semacam ini.

Rasanya tak salah jika Sita demikian ia lebih sering dipanggil, menggelar acara sejenis di Hari Ibu, karena memang Ibu Pertiwilah yang memiliki seni wastranya. Itu sebabnya dalam sambutannya Sita menegaskan bahwa apa yang kita miliki harus kita pahami. Sungguh, kita sebaiknya memahami ketika seorang ibu mengandung 7 bulan , sudah ada detak jantung. Maka sang nenek dari pihak ibu sudah memberikan ulos kepada putrinya, dan anak dalam kandungannya.

Ulos dikenakan oleh seluruh tamu undangan. Ulos memang perekat kesatuan di Hari Ibu itu.

Biasanya ulos yang diberikan itu bermotif Bintang Maratur atau Ulos Mangiring. Diharapkan sang cucu akan jadi orang yang bersinar, punya pendidikan yang baik, dan hidup dalam kesejahteraan. Mulailah ulos tak lagi pernah absen dalam kehidupan manusia Batak. Ikatan demi ikatan “tondi” atau jiwa terpancar dari kain tenun ulos. Itu sebabnya tenun ulos (bukan yang dihasilkan mesin) itu ditenun dengan tondi yang kuat. Lilitan jiwa itulah yang pada akhirnya mengikuti peruntukan ulos sesuai dengan fungsinya.

Bangso Batak

Tujuh (7) puak Batak menyatu melalui filosofi ulos. Bangso Batak ada 7: Karo, Fak-fak. Mandailing, Toba, Tarutung, Simalungun, dan Angkola. Semua bangso Batak punya ulos dengan ketentuan masing-masing. Tetapi dalam filosofi kesatuan Dalian Na Tolu tetap satu. Jadi jika dikatakan bahwa kain ulos adalah pemersatu, tidak meleset.

Saput manaputi, na uli, na denggan.” Satu yang indah dan yang terbaik. Keindahan yang menyatu dengan filosofi itu yang mendorong Torang Sitorus berperan sebagai desainer untuk cinderamata 70 pemimpin dan pengambil kebijakan keuangan dunia IMF 2018 di Washion DC.

Ulos diambil dari karya penenun Samosir – Toba yang dikenal dengan ulos motif Harungguan. Ini satu terobosan, ulos “dikibarkan” di luar negeri. Tentu kisah serupa pun sudah dilakukan oleh perancang busana kita, walau dalam skala yang berbeda. Kenyataan ini menyiratkan bahwa tiga warna ulos, terdiri dari putih yang berarti suci; hitam bermakna kepemimpinan; dan merah artinya berani, telah diaplikasikan dalam tindakan para pemerhati dan pelaku seni tenun ulos Batak.

Di skala yang lain, para pengunjung perhelatan Hari Ibu tersebut, yakni para perempuan hampir seluruhnya mengenakan ulos. Membanggakan tentu, karena mereka telah ambil bagian dalam memaknai salah satu kain warisan tua-tua kita. Melihat antusias itu maka terbesit di hati perlunya KCBI melakukan diskusi lanjutan untuk mengupas ulos lebih dalam lagi. Karena diakui tak mungkin dalam waktu yang demikian singkat bisa membahas ulos dari berbagai aspek kehidupan. Semisal, ulos untuk keperluan adat, tradisi, sosial, agama hingga fesyen secara utuh.

Sita Hanimastuty – Ketua Umum KCBI memberikan sambutan di Peringatan Hari Ibu 22 Desember 2023 di Galeri Indonesia Kaya.

Jitu

Sikap Sita sudah jitu, tapi tak mungkin arsitek yang satu ini mengangkat ulos dan “kebesarannya” seorang diri. Perlu banyak pihak yang punya visi dan misi yang sama dengan kinerja KCBI, sehingga generasi penerus paham betapa kayanya Nusantara dengan seni wastranya. “Ini saja, sudah ada yang minta agar acara sejenis diulang atau disibak kembali,” begitu ungkap Sita sehari setelah acara digelar.

Dalam kinerjanya, terkesan Sita dan jajarannya tak hanya melakukan dan menggelar sebuah cara, namun mengajak banyak pihak untuk memahami kedalaman makna helai demi helai tenun etnik negeri ini.

Okelah, jika ada warna warna-warni melalui helai ulos, tentu penuh warna dan dinamika juga. Kiprah KCBI, menurut saya menarik untuk disimak. Acara itu terbilang sukses,  tentu tak lepas dari kerja sigap para anggota, plus tim inti KCBI. Mereka kerja keras, kompak dan terkesan mampu membaca visi dan misi dari kelompok KCBI. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Angkat jempol untuk itu. Kesetaraan dalam tanggungjawab untuk sebuah perhelatan terasa ada pada tim inti yang jika tak salah hitung ada 11 personal.

Komunikasi terjaga baik, penampilan apa lagi. Mereka para ibu aktif bekerja atau memiliki profesi yang baik, masih menyempatkan waktu untuk mondar mandir demi memperingatkan Hari Ibu secara unik ini berlangsung. Ya, sapu lidi jika dipakai hanya satu kegunaannya apa, namun diikat menjadi satu maka akan dapat dirasakan manfaatnya. Begitu kan para ibu? Kembali ke soal ulos, sebut saja ulos motif Ragi Hotang; ragi yang artinya pengawet, hotang artinya rotan. Semacam itulah kekuatan kerja kelompok ini, setelah selang beberapa waktu diikuti.

Esensi ulos adalah cinta. Cinta adalah memandang yang baik dan indah dalam segalanya. Termasuk dalam kerja sama. Walau, dalam kerjasama itu tak terhindari ada hal hal yang lebih perlu dicermati, dipelajari dan dikaji, dengan begitu ke depan akan menghasilkan lebih baik lagi untuk banyak pihak.

5. Ulos sebaiknya tak hanya untuk dimiliki namun juga dipahami kegunaan dan maknanya.

Ulos ditenun dengan tondi atau jiwa. Maka bisalah dibayangkan betapa kayanya filosofi dan makna yang terkandung di selembar kain ulos yang rasanya tak bisa dinilai dengan uang. Selamat memaknai ulos Batak, lebih dalam lagi. Horas!

Foto-foto Dewi Trisna dan Tiur Mufrita Silalahi

About Gatot Irawan

Check Also

Yang Bermagnet di Honda Culture Indonesia Makassar

Makassar, NextID – Langsung saja ke sasaran, di Special Display Area di ajang Honda Culture Indonesia di …

Leave a Reply