Friday , 22 November 2024
Home / LifeStyle / Fashion / Life & Love / Imelda Berwanty Purba: “Memperingati Hari Kasih Sayang itu, Perlu”
Doa di atas segalanya, begitu menurut Imelda Berwanty Purba. Kekuatan itu yang membuatnya selalu tersenyum. (Foto Mario Ikada)

Imelda Berwanty Purba: “Memperingati Hari Kasih Sayang itu, Perlu”

Jakarta, NextID – Di banyak negara masyarakatnya merayakan Valentine yang jatuh pada 14 February. Tentu dengan berbagai cara. Ada menurut tradisi, kepercayaan setempat sampai pemahaman dari Valentine  yang selama ini telah dianut secara turun-temurun.

Ada lagi yang berpendapat bahwa makna Valentine itu idealnya diterapkan dalam keseharian. Bebas saja sih berpendapat. Yang pasti, jika bicara tentang kasih sayang tentulah sikap dan tindakan positif yang dirasakan. Sebagaimana pendapat dari Karl Jaspers, eksitensi manusia berada dalam perbuatannya, pemilihan dan kebebasan kehendak, untuk  merealisasikan eksistensi ini, tentu tak bisa dilakukan sendiri-sendiri, namun harus memperhitungkan dengan eksistensi-eksistensi yang lain. Dalam hal ini dibutuhkan komunikasi eksistensial, yakni membuka diri bagi orang lain dan sebaliknya. Sumber komunikasi itu adalah kasih sayang.

Sementara itu Gabriel Marcel mengatakan, eksistensi manusia itu ditentukan oleh cinta dan kasih sayang yang dimilikinya, karena dalam cinta dan kasih sayang terkandung kesetiaan,  di mana seseorang menyediakan dirinya untuk orang lain.

Beragamnya pandangan tentang kasih sayang atau cinta kasih ini maka Hari Valentine menjadi saat yang ditunggu-tunggu dengan kongkrit untuk menyatakan cinta kasih itu. Nah, soal itu ditandai dengan pemberian, dan sederet. Tentu saja cara itu tergantung dari pemahaman masing-masing.

Adalah Imelda Berwanty Purba, seorang ibu dari sepasang anak, seorang putra dan putri. Perempuan pekerja itu lulusan dari Universitas Indonesia, dan sejak 2020 hingga sekarang adalah anggota Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang menjabat Kepala Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak DPP-PSI.

Jika ditilik dari pekerjaan dan aktivitas  perempuan kelahiran Plaju, 1 Mai 1978 ini tentu mengantungi jam terbang  yang tinggi dalam melakukan kontak dengan banyak kalangan, bahkan massa. Rasanya jika sampai tak punya rasa sayang yang tebal di kepribadiannya, ironis juga. Apalagi salah satu tanggungjawab besar dalam pekerjaannya adalah melindungi kaumnya sendiri dan anak. Porsi sayang dan pengorbanan itu telak harus dimiliki.

Benerkah pendapat itu?  Nah, untuk  mengetahui cara pandangnya tentang Hari Kasih Sayang bincang-bincangpun dilakukan di suatu senja.

Penyuka tenun motif etnik Indonesia mulai melirik karya anak bangsa yang terbuat dari wastra Nusantara. (Foto Mario Ikada)

Kasih itu Pengorbanan

Mungkin kenyataan itu yang menggiringnya untuk melihat bahwa sikap untuk memperingati Hari Kasih Sayang itu, memang perlu dilakukan. “Itu mengingatkan kita kok. Toh memperingati itu tidak harus dengan memberikan sesuatu. Kita bisa tersenyum dan menjadi pendengar yang baik untuk orang yang sedang ditimpah masalah. Itu pun bisa menjadi aplikasi kasih sayang, atau gobrol ringan dengan mereka. Care terhadap orang sekitar. “How to yang simple-simpel sajalah, lakukan dengan senang hati,” begitu cara Imelda antara lain menerapkan makna kasih sayang.

Lanjutnya pula ketika aplikasi kasih sayang itu sudah diterapkan di rumah terhadap anak-anak dan orangtua maka sikap dan tindakan itu otomatis berjalan ke luar. “Gini aja deh, terhadap anak anak misalnya kita membacakan cerita dari buku-buku yang mereka suka. Atau membacakan Alkitab. Mengapresiasi sekecil apapun karya mereka. Orangtua itu guru pertama bagi putra-putri kita loh, jangan lupakan itu. Merekalah yang akan menjadi genesasi penerus. Nah, sentuhan kasih sayang itu mutlak, dan nggak bisa dinilai dengan apapun,” ujar Imelda yang yang menerapkan home schooling terhadap kedua buah hatinya.

Penyuka tenun motif etnik itu melanjutkan opininya soal pelayanan dan  pendidikan yang mutlak harus dilakukan dari rumah. “Di sekolah itu belajar berapa jam sih. Untuk disiplin ilmu sesuai dengan mata pelajaran  yang memang sudah dicanangkan okelah, namun apakah di sekolah itu sempat waktunya mengajarkan jika di ajak bicara, konsenlah ke lawan bicara, atau jika makan  piring jangan berbunyi. Hal itu terkesan kecil namun ke depannya punya pengaruh besar terhadap gaul sosialnya. Jika dengan kasih sayang kita mengajarkan anak- anak membaca, atau bercerita setidaknya itu menjadi detox mereka dari gajet,” tegas single parent itu.

Mencurahkan kasih sayang berarti sama dengan  membantu memupuk kemandirian seseorang. Mengapa? Karena  mereka tidak lagi bergantung terhadap sesuatu yang mungkin selama ini justru membuatnya terpuruk. Sentuhan dan nilai kasih sayang-lah yang menjadi tiang penyanggah kekuatan batin jiwa dan roh seseorang untuk tidak menyakiti sesama,  apalagi Sang Pencipta-Nya. Konsep putihnya kasih sayang tidak mengharuskan pribadi seseorang melebur dengan pribadi yang lain, namun justru saling memahami dan mendukung dengan positif.

Filsuf Yunani, Empedocles dalam salah satu konsepnya mengatakan, dunia ini isinya sebuah proses yang silih berganti antara kasih sayang dan pertikaian. Ketika kasih sayang yang berkuasa maka unsur-unsur yang menimbulkan pertikaian dan kekacauan pun musnah, juga sebaliknya. Nah, untuk selalu mengingatkan manusia akan dalamnya makna hidup harus saling mengasihi maka Hari Kasih Sayang ini perlu dirayakan, diingat dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat dunia.

Di pundaknya ada tanggungjawab besar soal perlidungan hak perempuan dan anak. Untuk itulah dia dipilih untuk membidangi itu di Partai Solidaritas Indonesia. (Foto Mario Ikada)

Inilah agaknya yang menjadi sebuah pandangan bahwa kasih itu adalah sebuah  pengorbanan yang tanpa syarat, penuh ketulusan dan menjadi alasan mengapa kasih itu tak dimasukkan saja dalam ranah etis maupun teologis dari ilmu filsafat. Padahal dalam ilmu tersebut bisa ditemukan anjuran dan autran yang membahas tentang cinta kasih.

Norma-norma etik yang terus berkembang dalam kehidupan masyarakat dunia bahwa semua ajaran mengajarkan agar seseorang mendasarkan hidupnya dan menjalankan ajaran kasih sayang itu, baik kepada Tuhan, sesama, dan juga alam semesta.

Ketika mengetahui bahwa Imelda dipercayakan oleh partainya membawahi  Perlindungan Perempuan dan Anak maka makna kasih sayang ini bukan lagi merupakan “gift” cantik namun masuk ke ranah kasih sayang yang tak berbatas. Tentu saja di dalamnya menyangkut masalah sosial, status,  dan pendidikan. Bahkan juga mencakup kapasitas hak perlindungan perempuan dan anak sebagai manusia secara  utuh. Lebih jauh lagi kasih sayang yang diterapkan tentunya sudah meliputi banyak sisi yakni care, responsibility, respect dan knowledge. Perempuan harus memahami benar bahwa haknya tak hanya melahirkan dan menyusui namun juga mendapatkan perlindungan hukum. Bentuk kasih sayang terhadap kaum yang satu ini perlu lebih dipelajari, dikaji dalam rentang waktu yang panjang, mengingat panjang pula kejadian-kejadian yang menimpa kaum hawa.

Great, Imelda. Kasih sayang yang harus dimiliki dengan sederet status pekerjaan dan tanggungjawabnya tentu tak hanya sebatas kata atau seremonial namun juga teraplikasi secara  nyata. Semoga.  (Martha Sinaga)

About Gatot Irawan

Check Also

Yang Bermagnet di Honda Culture Indonesia Makassar

Makassar, NextID – Langsung saja ke sasaran, di Special Display Area di ajang Honda Culture Indonesia di …

Leave a Reply