Wednesday , 20 November 2024
Home / Business / ‘Air Sehat’ dari Semarang

‘Air Sehat’ dari Semarang

Oleh Martha Sinaga

Jakarta, NextID – Covid-19 menuai beragam kisah sedih dan bahagia. Ya, mulai dari yang tak enak sampai yang menggugah emosi bahkan menjadi inspirasi. Mau bicara apa lagi, toh pandemi yang berjalan tiga tahun terakhir ini telah menyatu dengan detak kegiatan sehari-hari. Saat ini dan mungkin untuk seterusnya. Memang ini kenyataan yang harus diterima, bagaimana kemampuan seseorang mengukur dengan benar langkahnya, plus menyiasati usaha atau pekerjaan yang bisa mendatangkan hasil yang optimal.

Tak mudah memang, karena pandemi Covid-19 berdampak ke mana-mana. Otomatis ruang gerak pun dibatasi. Belum lagi harga bahan pokok untuk usaha melonjak tak karuan. Sementara daya beli berkurang. Tapi bukan The Power of Emak-emak namanya jika mereka tak tegar menghadapi kenyataan peliknya ekonomi keluarga saat ini. Bisa dikatakan, jika mereka bisa berdiri tegak di tengah badai, mengapa di rintik gerimis harus mengeluh.

Yuk, kita simak kisah inspiratifnya. Tentu bukan kisah yang hanya membuat pembaca mendecak kagum, tapi juga mengikuti langkah-langkah tegar sehingga di tengah Covid melanda, dapur terus ngebul.

Sadar akan pentingnya hidup sehat, maka minuman sehat jadi prioritas. Foto: Mario Ikada.

Semula Sari Astuti adalah tenaga pengajar di Sekolah Tinggi Teologia Pusat Salatiga pada 2005-2019. Tetapi kemudian dia harus megundurkan diri karena kesehatannya terganggu. Bisa dimaklumi karena selama kurun waktu itu, seminggu tiga kali harus pergi pulang Semarang dan Salatiga.

Sebelum menjadi staf pengajar selama kurun waktu hampir  10 tahun, ia bekerja di sebuah bank swasta nasional. Ehm, cukup mumpuni ya pengalaman menghadapi publik, plus para mahasiswa.  Tersirat dari kurun waktu bekerja itu maka tentu Sari adalah sosok pekerja.

Bagi perempuan aktif, jika tidak bekerja, berbagai keluhan seputar fisik dan mental muncul. Alhasil, walau kini kesehatan terganggu, awal tahun 2020 ia mulai membuka usaha. Bisnis yang digarapnya adalah minuman sehat, yang lantas diberi lebel “Psikombucha.”

Nah ini kisahnya. ”Awalnya usaha ini dari ‘bibit’ pemberian seorang rekan. Beliau merawat papanya yang stroke, dan mamanya penderita kanker. Akhirnya saya tertarik untuk mengkonsumsi sendiri, jika itu untuk hidup lebih sehat, mengapa tidak.”Setelah Sari mengkonsumsi ternyata cocok. Indikasi gejala alergi yang dideritanya berkurang banyak. Ketika bangun tidur, sendi-sendi Sari dan jari tangan tidak lagi kaku-kaku. Diarepun tak lagi dialami. “Intinya keluhan penyakit sangat berkurang,” tegasnya.

Sebelum memproduksi minuman fermentasi ini, Sari dan keluarga memang sudah punya usaha kedai kopi. Jadi, ketika pelanggan kopi ngiras kopinya mereka pun bisa menikmati minuman kombucha, secara gratis. Itu awalnya, dan gayungpun bersambut.

Semakin jitu ketika pilihan minumanpun terbuat dari khasiat herbal. Ingat, sehat itu mahal. Foto: Mario Ikada.

Dari tindakan cerdas itu banyak yang tertarik, dan mulailah kombucha punya nilai ekonomi tersendiri, alias tidak lagi gratis. Sayangnya kenyataan itu tak lama, karena Maret 2020, Covid-19 mengunjungi Indonesia. Peraturan pemerintah berlaku ketat maka jam buka kedai pun harus dikurangi. Alhasil hanya menerima reservasi. Dan 4 bulan kemudian kedaipun tutup karena PPKM diberlakukan. Semakin kecil peluang untuk berjualan.

Hanya saja, bukan perempuan tangguh namanya jika tidak mampu putar otak dalam tekanan sekalipun. Sari justru dengan lebih luas belajar mengembangkan kombucha dengan berbagai varian. Angkat topi untuk Sari Astuti, karena hingga saat ini sudah 20 varian yang berhasil di produksi dengan bahan local organic.

Sungguh, Tuhan punya cara sendiri dalam menopang kehidupan manusia yang mau bekerja keras. Sebagaimana yang diurai oleh Sari bahwa Agustus 2020 sebuah resto besar di kawasan Kota Lama memintanya berpartisipasi dalam pameran, dan memberikan ilmunya  di workshop ketika itu. “Mulai saat itulah kombucha saya makin dikenal. Belakangan bergabung dengan komunitas pasar Semarang yang rutin mengadakan gelar pasar sebulan dua kali, dan setiap minggu pagi,” kenang Sari.

Perlahan tapi pasti. Setiap usaha keras hasil pun akan terlihat. Walau Sari mengakui omset belumlah signifikan. “Yah, disukuri saja, per bulan bisa mencapai Rp 5 juta. Memang margin tipis, karena bahan baku tidaklah murah. Selain itu packing kan harus solid,” jelasnya.

Keseimbangan antara Energi dan Fokus

Kehidupan tidak bisa menjadi agung dan berhasil jika tidak difokuskan, didedikasikan dan didisiplinkan. Begitu pendapat Henry Emerson Fosdick. Fokus dan disiplin itu juga yang terkesan digarisbawahi oleh perempuan kelahiran Semarang ini. Betapa tidak, minuman ini melalui proses fermentasi dulu dan membutuhkan waktu 7 hari. Itupun masih tergantung oleh cuaca dan suhu. Setelah fermentasi 7 hari dipanen, kemudian dilanjutkan dengan fermentasi kedua. “Tergantung kita mau cita rasa yang seperti apa. Bisa ditambahkan aroma buah, bunga atau herbal. Itu butuh waktu 2-3 hari,” sibaknya.

Kekuatan alam yang menginspirasi Sari Astuti memproduksi minuman berkhasiat obat ini. Foto: Mario Ikada.

Bisnis rumahan yang dibantu oleh suami terkasih itu penjualan dilakukan dengan membuka PO (purchase order). Kenapa harus PO, karena dalam bahasa Indonesia artinya adalah pesanan pembelian, dan lazimnya diterapkan untuk produk yang sulit didapat atau produk yang sifatnya custom alias dibuat sesuai dengan permintaan pembeli.

Ketika PO dibuka maka Sari memberitahukan kepada calon pembeli varian apa yang tersedia. Jika aturan bisnis sudah disepakati maka minuman pun siap dikirim. Berbisnis sambil menebar edukasi, itu tekadnya. Cara makan dan minum sehat itu yang ingin disebarluaskan. “Tuhan sudah menolong saya hidup lebih sehat,” tegasnya.

Sari awalnya memakai jasa teman untuk mengajari membuat kombucha. “Ini yang saya syukuri.  Dengan mengkonsumsi kombucha, saya merasa lebih sehat. Maka, saya pun akan berbagi berkat kepada masyarakat dan beberapa kelompok secara gratisan. Siapa tahu itu bukan untuk membantu hidup lebih sehat saja tapi juga punya nilai ekonomi untuk mereka,” begitu harapannya.

Di kedainya punya dua pilihan, kopi yang nikmat dan kombucha yang sehat. Ist

Menurut Sari, saat ini sudah ada beberapa murid yang mengikuti workshop offline dan online yang sudah tumbuh menjadi produsen kombucha. Mereka tersebar di Jakarta, Salatiga, Semarang, Muara Enim, dan Papua.

Perjalanan hidup telah membuktikan, seseorang bisa menjadi “pemenang” karena menolak untuk menyerah pada kekalahan. Mengenal diri sendiri dengan baik, kemudian konsentrasi pada apa yang dilakukan adalah salah satu cara untuk  keluar sebagai pemenang. Selanjutnya, so pasti keberadaan kita akan menginspirasi banyak orang. Minimal mereka bisa melakukan hal yang sama.

Well done, Sari…

About Gatot Irawan

Check Also

Bridgestone Indonesia Raih Penghargaan IBBA dan OCA 2024

Jakarta, NextID – PT Bridgestone Tire Indonesia (Bridgestone Indonesia), bagian dari Bridgestone Corporation pemimpin global dalam …

Leave a Reply