Beberapa pekan lalu, permasalahan klasik kebakaran hutan kembali terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Hal itu menyebabkan kabut asap yang menghalangi pandangan ketika berkendara dan menggangu pernapasan. Tentunya, kabut asap memberikan dampak buruk kepada kesehatan manusia. Pakar kesehatan dan pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr. dr. Ari Fahrial Syam mengingatkan kabut asap dapat menyebabkan hipoksia atau kekurangan oksigen akibat.
“Selain mengganggu pernafasan, kabut asap dapat menyebabkan iritasi mata dan kulit serta menurunkan kadar oksigen yang berdampak buruk buat kesehatan,” kata Ari Fahrial Syam dalam siaran persnya, Senin (21/9).
Ari yang juga menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia cabang Jakarta mengemukakan hipoksia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bisa menyebabkan permasalahan kesehatan. Sistim kardiovaskuler dan sistim pernafasan menjaga keseimbangan oksigen di dalam tubuh. Karena itu, seseorang yang mengalami kerusakan pada sistim jantung, pembuluh darah dan sistim pernafasan dapat menyebabkan kondisi hipoksia.
“Hipoksia bisa terjadi karena kadar oksigen yang kurang atau kadar oksigen yang rendah seperti berada di atas ketinggian seperti di pegunungan. Hipoksia juga bisa terjadi di ruangan tertutup tanpa sirkulasi udara yang baik atau sirkulasi udara baik tetapi dipenuhi asap rokok,” katanya.
Penelitian mengungkapkan sekelompok orang yang berada di ketinggian dan menghirup kadar oksigen yang rendah, sering mengalami pendarahan lambung dibandingkan kelompok orang yang berada di dataran rendah. Namun, berbeda kasus dengan orang-orang yang sudah terbiasa tinggal di dataran tinggi atau daerah dengan kadar oksigen yang rendah, tubuh mereka sudah dapat mentoleransi kebutuhan oksigen tersebut.
Sementara itu Guru Besar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI yang juga Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI Tjandra Yoga Aditama mengatakan kabut asap dapat menyebabkan infeksi paru dan saluran napas serta menyebabkan iritasi lokal pada selaput lendir di hidung, mulut dan tenggorokan. “ISPA akan lebih mudah terjadi karena ketidakseimbangan daya tahan tubuh, pola bakteri atau virus, ditambah buruknya lingkungan,” katanya.
Selain infeksi pernapasan, asap akibat kebakaran hutan dapat menyebabkan gangguan iritasi pada mata dan kulit. Mulai dari terasa gatal, mata berair, peradangan, dan infeksi berat. Bagi yang memiliki asma dan penyakit paru-paru kronis seperti bronkitis kronik dan PPOK akan sangat buruk jika menghirup asap kebakaran hutan. “Kemampuan kerja paru-paru menjadi berkurang dan menyebabkan orang mudah lelah serta mengalami kesulitan bernapas. Berbagai penyakit kronik di berbagai organ tubuh seperti jantung, hati, ginjal dapat memburuk. Dampak tidak langsung kabut asap dapat menurunkan daya tahan tubuh dan menimbulkan stres,” kata Tjandra.
Asap kebakaran hutan juga dapat mencemari air bersih. Jika airnya dikonsumsi masyarakat, maka akan menganggu saluran pencernaan. Selain itu, asap akibat kebakaran hutan juga dapat mencemari buah-buahan dan sayur-sayuran. “Karena itu, cucilah makanan dan sayur-sayuran hingga bersih sebelum dikonsumsi,” katanya.
Sebaiknya, masyarakat yang telah memiliki penyakit kronik dan gangguan pernapasan untuk mengurangi intensitas ke luar ke luar rumah. Gunakan masker yang baik jika berada di luar rumah. Lalu, jangan lupa untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
Dinas Kesehatan Provinsi Riau membagikan lagi 4.000 lembar masker kepada para pengguna kendaraan roda dua, penumpang angkot dan pejalan kaki guna menekan dampak penyakit akibat asap pembakaran lahan dan hutan di daerah itu. “Pembagian masker dilakukan oleh sejumlah tenaga honorer di lingkup Dinkes Provinsi Riau di sekitar mall SKA Pekanbaru dan sekitarnya,” kata Kepala UPT. Instalasi Farmasi dan Logistik Kesehatan Bambang Sutrisna, SKM, MH, di Pekanbaru, Senin (7/9).