Friday , 14 November 2025
Home / LifeStyle / Leisure / Art / Komunitas Cinta Berkain Indonesia ”Berbagi” untuk Negeri
Pengurus harian KCBI mengapit Ketua Umum Sita Hanimastuty (kanan keenam) dan Penasehat Melani Leimena Suharli (kiri kelima) serta dua nara sumber Martha Sinaga (kiri keenam) dan Sri Sintasari Iskandar (kanan kelima). (Foto PubDok KCBI-DD)

Komunitas Cinta Berkain Indonesia ”Berbagi” untuk Negeri

Oleh Martha Sinaga

Jakarta, NextID – Berbagai menu yang berkenaan dengan seni budaya dan ekonomi kreatif ditampilkan Komunitas Cinta Berkain Indonesia (KCBI) dalam  bagian agenda kerjanya. Perhelatan itu berlangsung pada 11-12 Oktober 2025 di Museum Satria Mandala. Kali ini KCBI menggandeng Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia (IKPNI) sebagai mitra kerjanya.

Acara yang diberi judul “Pasar Budaya Merah Putih” ini bertujuan antara lain  untuk lebih memasyarakatkan kain dalam perjalanan sejarah bangsa. Tak dapat disangkal bahwa kain menjadi bagian dari siklus kehidupan manusia.

Ketua Umum KCBI Sita Hanimastuty. Ist

Cinta Butuh Pengorbanan

Usia KCBI yang telah 12 tahun bukan waktu yang singkat untuk sebuah komunitas berkonsentrasi dalam menggenggam kesepakatan agar kain-kain Indonesia menjadi “napas kehidupan” bangsa, juga bagian dari sejarah, budaya dan seni negeri ini.

Dalam kesempatan terpisah pendiri sekaligus Ketua Umum KCBI Sita Hanimastuty menjelaskan, ke depan KCBI akan terus memperluas ruang gerak pikir dan kiprahnya pada bidang yang digeluti. “Kami akan lebih banyak melibatkan para muda, agar generasi penerus pun punya rasa memiliki terhadap kekayaan kain, baik itu tenun maupun batik, bahkan berbagai motif sarung Nusantara. Merekalah yang akan menjadi pewaris itu nanti,“ tegasnya.

Ia berharap banyak pihak mau bergandengan tangan agar bangsa ini lebih menghargai potensi karya anak bangsa. Menggandeng generasi penerus untuk melestarikan sekaligus mengembangkan kain-kain negeri ini.

“Tanamkanlah rasa cinta para muda terhadap warisan kain kita. Mungkin dikenakan sebagai pakaian keseharian. Memang di dalam menebar cinta atau mencintai itu butuh pengorbanan. Korban waktu untuk memasyarakatkan kain, butuh pemikiran untuk inovasinya, tapi di kala cinta itu sudah tumbuh maka rasa memiliki itu juga hadir. Dari kenyataan ini rasa persatuan dan kesatuan berbangsa muncul dengan kuat. Tanamkan dulu rasa cinta itu,” lanjut jebolan arsitek UGM itu.

Penjelasan Martha Sinaga berkenaan filosofi tenun batak ulos, didampingi Sri Sintasari Iskandar (kanan) dan moderator. Ist

Ia pun mengaku di awal ia melangkah tak mudah untuk menghadirkan banyak orang dengan mengenakan kain dan tenun Indonesia karena mungkin lebih nyaman mengenakan kain-kain dari negara lain, walau Sita menyadari bahwa masyarakat luas belum secara tunak mengetahui bahwa heritage Indonesia yang berupa kain luar biasa.

Ia kemudian menyontohkan dengan kuliner, satai. Katanya, banyak orang mengatakan bahwa satai dari negara A enak sekali, padahal satai di negeri ini beragam racikan bumbunya. Maka itu jauh lebih enak cita rasanya.

Menurut Sita mengapa hal ini terjadi,  karena mereka tidak paham akan budayanya sendiri sehingga, dengan mudah menganut budaya lain. “Jika kenyataan seperti ini terus meluas dan tidak ditangani dengan serius , maka lama kelamaan cinta kesatuan itu memudar,” tegasnya.

Jika Henry Ford mengatakan perhaluslah terus kekuatan pikiran, dengan begitu kekuatan pikiran itu  dapat membentuk kekuatan langkah untuk mengarah ke jalan yang lebih sukses. Rasanya itu juga yang dialami Sita dalam mengasah pikirannya sehingga muncul gerakan yang saling mengkait dalam usaha mensosialisasikan wastra negeri ini. Kerja keras, konsentrasi, yang inspiratif dalam langkah menanamkan rasa memiliki terhadap wastra Indonesia kepada bangsa ini khususnya dan kepada dunia pada umumnya.

Peragaan Busana koleksi DJ Lady by Diah J diperagakan oleh anggota KCBI. Sengatan mentari tak mengurangi antusias pengunjung. Ist

Paling tidak bisa dicermati dari menu yang dihadirkan saat itu. Ada dendang Nusantara dan peragaan busana yang diisi oleh anggota KCBI, ada juga bincang kain sebagai unsur kehidupan bangsa. Batik mengikuti sejarah bangsa dikupas oleh pakar wastra, Sri Sintasari Iskandar (Neneng).  Sementara filosofi tenun ulos disampaikan oleh Martha Sinaga. Porsi yang sama pentingnya adalah KCBI membuka pasar  ekonomi kreatif. Disajikan menu boga, sampai pelengkap tata busana. Klop menarik!

Di tengah pasar Budaya Merah Putih itu, ada juga  meja yang diisi dengan koleksi tenun dan batik milik anggota KCBI yang sudah almarhum. Hasil penjualan diserahkan kepada ahli waris mereka. Sentuhan kerja KCBI yang jitu!

Patut diakui ide-ide terbaik akan melahirkan banyak karya dan aktivitas yang membuat KCBI menjadi penting, karena satu dengan yang lain saling menopang dalam alur kerjanya.  Hari-hari mendatang diharapkan akan selalu menebar hasil kerja yang lebih optimal lagi agar pesan yang ingin ditebar sampai ke sasaran, dan kekayaan Indonesia yang berupa kain khususnya, seni budaya umumnya menjadi warisan setiap warganya. Kecerdasan emosi, kecerdasan hati yang berinteraksi dengan pikiran dalam usaha melestarikan sekaligus mengembangkan wastra negeri ini tentu dibutuhkan dari anak bangsa dan berbagai pihak penyanggah.
 
Apa Kata Mereka

Acara yang bersinggungan dengan sejarah bangsa ini akan menjadi lebih menarik  jika melibatkan mahasiswa dan pelajar. Memberi pemahaman kepada mereka bahwa kita nih sangat kaya dengan warisan seni budayanya. Kain tenun dan batik misalnya, generasi sekarang lebih tahu apa yang dimiliki orang luar ketimbang warisan kita. Dengan sering-sering melibatkan mereka maka rasa memiliki itu muncul. (Tiur Mufrita –  pegiat budaya dan pencinta kain, mukim di Cilegon – Banten).

Nadia Wisatayanti Saladin (kanan). Ist

Bincang-bincang sudah menarik, namun akan lebih menarik lagi jika disertakan secara  visual. Di situ ada foto- foto tenun, juga kain batik yang sedang dibahas. Di samping itu, sebaiknya lokasi ruangan bisa ditampilkan layout lebih detail agar peserta tidak kesasar. Misalnya di undangan bisa ditampilkan layout Museum Satria Mandala di mana di dalamnya terdapat ruangan di mana acara digelar (Nadia Wisatayanti Saladin, pemerhati tenun dan batik Nusantara, mukim di Jakarta)

Dalam sebuah komunitas tentu dibutuhkan juga keguyuban dan inisiasi dari anggotanya juga, jadi tak tergantung hanya pada ketuanya saja. Dibutuhkan pula urun rembug dari para anggota yang mampu digodok secara matang. Misalnya, bukan hanya mengisi agenda bulanan saja tapi lebih kepada interaksi anggota dengan kegiatan itu sendiri. Interaksi dan keterlibatan antara ketua dan para anggota akan membuahkan inisiasi kreatif yang lebih bermakna untuk banyak kalangan. (Sonny  Muchlison, perancang busana, mukim di Jakarta)

Sajian Dendang Nusantara dengan vokal yang bening, menebar rasa harmoni. Ist

About Gatot Irawan

Check Also

Mitsubishi Destinator Raih Predikat Car of The Year dari Gridoto Award 2025

Jakarta, NextID – Sejak diluncurkan pada Juli 2025, Mitsubishi Destinator, sebuah model Family Premium SUV …

Leave a Reply