Sunday , 14 December 2025
Home / LifeStyle / Leisure / Art / Ulang Tahun ke-11 KCBI – Mengikat Jiwa Cinta Negeri Melalui Kain
Ulang tahun KCBI ke 11 ditandai dengan pemotongan tumpeng oleh Ketua Umum KCBI Sita Hanimastuty, didampingi jajaran pengurus harian. (Foto Martha Sinaga)

Ulang Tahun ke-11 KCBI – Mengikat Jiwa Cinta Negeri Melalui Kain

Oleh Martha Sinaga

Namun di bawah atap bambu ada jemari berbalut benang
wajah itu tertunduk, suara lirih terdengar

Ajarilah aku, Bu!

Bu, helai itu sampai ke punggung gunung
dan menyepuh pohon kehidupan dalam rona keemasan
seiring itu muncul sekunar bintang
yang menerangi gerbang raya

Begitukah Bu?
Atau hanya penghias ayunan bayi dan selimut malam
entah sudah berapa kali purnama dan gerhana
helai kainmu melekat erat di tubuh dan jiwa kami, Bu

Ajarilah aku, Bu…
ajarilah…

Paduan Suara Nusantara yang harmoni berkumandang di setiap acara yang digelar KCBI. (Martha Sinaga)

Jakarta, NextID – Di atas adalah penggalan puisi karyaku yang berjudul “Ajari aku Bu” yang kubacakan di tengah acara peringatan Ulang Tahun ke 11 Komunitas Cinta Berkain Indonesia (KCBI) yang dimotori oleh arsitek jebolan UGM, Sita Hanimastuty. Acara tergelar kurang lebih empat jam berlangsung Sabtu (10/5) di sebuah resto di bilangan Kemang, Jakarta Selatan itu berjalan lancar dan sukses.

Ratusan perempuan tumpah di ruang tersebut, tentu mengenakan berbagai jenis kain dari Nusantara. Para ibu seakan bicara, “Ini kami ajarkan untuk mengenal lebih dalam kekayaan seni budaya negeri yang berupa wastra.” Maka tak salah jika aku katakan dalam larik puisiku, “Ajarilah Aku, Bu.”

Memang kesan yang muncul pada setiap peringatan Ultah KCBI, atau acara di luar itu ada pesan yang ingin disampaikan bahwa dalam sehelai kain banyak pelajaran yang harus dipelajari bersama. “Saya bermimpi, untuk seluruh bangsa ini mengenakan kain atau sarung dalam kehidupan sehari-hari. Gak perlu mahal kan namun apa yang telah diturunkan oleh orang terdahulu, mari kita maknai, kita terapkan, kita miliki, kita tularkan kepada generasi penerus,” tutur Sita Hanimastuty.

Inilah desainer Kinto Wardani (kiri) dan Diah Rodiah (kanan) yang keduanya anggota KCBI, memperagakan busana-busana yang unik. (Martha Sinaga)

Pada ulang tahun kali ini, tak banyak yang diungkap dengan lisan soal kain, karena memang bukan di panggung talk show. Hanya saja, jika disimak dari lenggang lenggok para puan yang hadir kental diperlihatkan bahwa mereka memang pencinta kain dan tenun Nusantara. Tunjuk saja alunan merdu dari Paduan Suara Nusantara, semua mengenakan paduan wastra Indonesia. Dilengkapi dengan fashion show  dari perancang busana Kinto Wardani dan Diah Rodiah yang memang keduanya ada dalam tubuh KCBI ini.

Mereka, bermain dengan seni patcwork dan motif seakan pecahan es dalam karyanya. Perca yang dipadupadankan menjadi kain-kain yang berkarakter tersendiri. Tentu hal ini membutuhkan “keliaran” dalam imajinasi, namun keren. Usaha para anggota KCBI tentu dapat dikatakan sebagai bagian indikasi memperkaya rasa cinta terhadap kain. Itu yang saya maksudkan bahwa setiap helai kain ada pelajaran yang jitu, dan saya tuangkan dalam larik-larik puisi “Ajari Aku, Bu.

Sementara Ketua Panitia Ulang Tahun KCBI ke-11 ini Elsava Listyantini, mengatakan, sesungguhnya perayaan ini sedikit tertunda karena bertepatan dengan bulan puasa dan Ramadhan. “Gak mungkinlah kita gelar pada saat itu. Sehingga sedikit bergeser namun semua bisa hadir bahkan dari Bandung dan Bogor bisa datang. Tidak menyangka yang datang lebih dari yang kami perkirakan,” jelas Elsava yang juga menuturkan perhelatan ini dikemas kurang lebih sebulan lamanya.

Elsava Listyantini – Ketua Panitia HUT 11 KCBI (kanan) dan Nany Harahap (kiri) – Sekretaris Umum KCBI, saat membacakan laporan. (Martha Sinaga)

Langgam Kerja

Menyimak kerja kelompok ini memang tidak surut dengan agenda kerja. Ikut serta dalam ajang pameran kain, mengunjungi beberapa daerah, bekerja sama dengan pemerintah setempat, juga UKM dan desainer untuk lebih memotivasi agar kain Nusantara menjadi milik bangsa ini, dan rasa memiliki itu bisa menjadi semakin kuat sebagai heritage non benda.

Bisa dirasakan kinerja dari pengurus harian terus bergulir dengan agenda yang telah tersusun, bahkan dari anggota mereka tak sedikit yang ikut pameran kain tingkat nasional. “Waduh, rasanya jika bicara kain gak ada ujungnya. Bayangkan jika satu kain itu bisa multi fungsi. Bisa dijadikan penutup kepala,  jarik, selendang, atau penutup tubuh bagian atas,” urai Sita Hanimastuty.

Bicara kain, lanjutnya, itu sama dengan bicara kehidupan. Nah, jika kain itu satu kehidupan betapa pentingnya kita memahami lebih dalam akar manusia itu. “Sejak dulu memang kita sudah mengenal kain. Dari kelahiran sampai dengan ajal menjemput, kain ada di dekat kita.  Itu budaya seni kita, kok, “ tandasnya.

Suasana tetamu yang hadir di acara HUT KCBI. (Martha Sinaga)

Terbesit pemikiran sang pendiri KCBI ke depan, kelompok ini tak akan sepi dengan agenda kerja. Salah satunya dengan menggandeng pihak-pihak yang punya tujuan sama yaitu melestarikan kain Indonesia sekaligus mengembangkannya. Bisa dimengerti karena sehelai kain sama dengan menorehkan kisah bangsa ini.

Betapa tidak, kain itu subyek dan bukan obyek. Sehelai kain membentang kisah sejarah, antropologi, sosiologi, bahkan  arkeologi. Ini memang sudah tradisi hingga ke relung agama di mana kain itu ditenun atau dihasilkan. Maka tak salah jika dikatakan kain mampu berkisah tentang hidup yang menghidupi sebuah kehidupan. Kain tak lagi hanya dilihat sebagai bagian dari senibudaya namun lebih dari itu. Bukan begitu Ibu Sita Hanimastuty?

Kain-kain seperti itulah yang dikenakan oleh para perempuan dalam memperingati Ultah KCBI ke 11. Mereka menikmati Ultah KCBI dengan cara mereka. Suka-cita, berbagi cerita, berdendang dan tak lupa memotong tumpeng yang dialasi dengan doa untuk kesejahtera dan keselamatan bersama.

Melihat banyaknya pengunjung yang antusias hadir siang hingga jelang sore itu, ruangan pertemuan hendaknya dipilih lebih  luas, dengan sorotan lampu yang mungkin lebih baik, namun bagaimana pun angkat topi untuk kerja keras pengurus harian, sehingga acara terselenggara dipenuhi aura sukacita.

“Hidup ini adalah puisi,” begitu pikir penulis. (Foto Nadya Wisatayanti)


About Gatot Irawan

Check Also

BAIC Indonesia bersama DEXC Racing Uji Ketangguhan BAIC BJ40 PLUS di IRRA 2025

Majalengka, NextID – Lintasan panjang, hujan deras, lumpur pekat, hingga special stage yang menguras ketahanan menjadi …

Leave a Reply