”Pelukis harus memulai dengan sapuan warna hitam, karena semua benda di alam berwarna gelap kecuali di tempat yang terkena cahaya” (Leonardo Da Vinci)
Oleh: Martha Sinaga
Jakarta, NextID – Keliaran inspirasi dibutuhkan seniman, karena dengan itu karya tak pernah terhenti. Demikian juga dengan materi yang digunakan. Semua saling menunjang, kemudian menjadi sebuah tawaran di tengah persaingan karya seni. Nah, ada dua sosok pelukis yang tergabung dalam Kumpulan Pelukis Kristiani punya kisah menarik ketika masing-masing memutuskan untuk menghadirkan ide karya lukis mereka dari isi Alkitab. Mereka adalah Febrantonius Parasian Sinaga (Jakarta) dan I Gede Sukana Kariana (Bali).
Tentu saja keduanya hadir dengan teknik yang berbeda, materi yang berbeda, dan nuansa kerja yang juga tak sama. Tetapi itu justru memperkaya dunia seni lukis negeri ini. Yang satu, hadir dengan materi jerami padi di atas helai ulos ragi hotang. Walau Febrantonius tak menyangkal bisa menerapkan lukisan jeraminya di berbagai bahan. Sedangkan I Gede, pelukis satunya, melukis di atas kanvas.
Tetapi yang pasti sama, adalah ide mereka, karena sama-sama keluar dari kekuatan firman Tuhan di Alkitab. ”Saya mengambil tema religius agar orang yang memandang atau memiliki bisa lebih dekat dengan kekristenannya,” tegas Febrantonius yang mempelajari seni lukis ini sejak kelas 3 SMP.
Dia bercerita, mengapa bahan lukisannya jerami padi, tak lain karena didorong oleh rasa keprihatinan yang dalam terhadap limbah yang tidak bisa digunakan secara optimal. Begitu juga dengan tenun ulos ragi hotang yang semakin jarang ditemukan. Ulos ini salah satu tenun yang halus di waktu silam.
Lanjut Febrantonius lagi, dunia seni lukis dia tekuni sekitar 28 tahun. Namun karya-karyanya yang membahana ke manca negara sekitar 20 tahun terakhir. “Menjadi pelukis itu semula hanyalah hobi. Rentang waktu itu saya telah menciptakan 50 lukisan. “Di negeri ini lukisan jerami hanya saya satu satu pelakunya, sehingga sementara ini belum tersaingi,” ucapnya seraya tersenyum.
Rasa ketertarikan dengan sampah sawah, atau berbahan alternatif memutuskan untuk menggunakan bahan dasar karya lukisnya hingga kini. Dulu ia memang mengambil jerami dari Tarutung, di kampung asalnya di Sumatra-Utara. “Tapi beberapa tahun belakangan ini saya ambil dari beberapa tempat di Tangerang dan Bekasi, namun tetap memilih yang benar-benar prima. Saya namakan karyaku ini Seni Kolase Jerami,” tegas anak ketiga dari 5 bersaudara ini.
Uniknya, hanya ia yang memilih seni lukis. Sementara saudaranya yang lain mendalami seni musik.
Menurutnya, segala sesuatu yang dilakukan dengan rasa syukur dan kesungguhan hati akan mendatangkan hasil yang jitu. Sekalipun tak menutup mata, Covid 19 yang melanda berdampak pada banyak aspek kehidupan.
“Puji Tuhan di masa sulit sekarang ini lukisan jerami masih bisa berjalan walau tidak seperti biasanya, namun saya masih bisa menjual secara rutin,” ujarnya, yang mengaku harga per lukisan berkisar mulai Rp 2,5 juta hingga Rp 20 juta.
Ketika ditanya kesan apa yang mendalam ketika menjadi pelaku seni yang terilham dari Alkitab, “Oh, itu pasti mengingatkan saya betapa Yesus itu penuh kasih dan rela mengorbankan dirinya buat kita, buat keselamatan dunia ini. Ada Roh hikmat ketika melukis.”
Antonius demikian juga ia sering disapa, mengisahkan bagaimana unik sekaligus haru ketika mengerjakan lukisan wajah Yesus Kristus, yang harus ia selesaikan selama dua minggu. Ukuran lukisan 35×55 cm. Ini relatih kecil ukurannya sehingga menggarapnya itu membutuhkan ketelitian, mengingat banyaknya titik yang harus dicermati di lukisan wajah tersebut. “Ini membutuhkan kehati-hatian dan kerapihan kerja untuk menghindari patahnya jerami,” bebernya.
“Mungkin justru itulah seninya menggarap karya lukis yang menggunakan jerami padi. Di tengah sulitnya ekonomi saat ini akibat Pandemi, saya selalu bersyukur karena penjualan tidaklah menyurut, bahkan saya sedang mempersiapkan lukisan yang akan dipamerkan untuk Paskah 2021. Puji syukur,” ia berkisah.
Adam dan Hawa
Cerita menarik lain datang dari pelukis jebolan ISI Denpasar, Bali, I Gede Sukana Kariana. Ketika berkunjung ke kediamannya yang asri di daerah Carangsari, Kabupaten Badung, terasa teduh. Kanan kiri jalan penuh tanaman yang tumbuh dengan natural. Rasa nyaman itu kembali berkepanjangan ketika masuk ke ruang pajang lukisannya. Seluruh lukisan yang sudah terpajang ataupun masih dalam proses terilhami dari firman Allah. Mulai dari Perjamuan Kudus Yesus bersama keduabelas murid, sampai Yesus disalibkan. Juga salib dalam ukuran yang cukup besar memaparkan kisah adam dan hawa. Rupanya sang pelukis juga terinspirasi dengan eyangnya yang telah tiada di saat menerima perjamuan kudus. Lukisan itu digarap pada tahun 2010 dengan ukuran 90×110 cm.
Sambil menjelaskan karyanya, ayah dari dua putri ini bertutur, “Saya justru banyak memahami firman Tuhan itu dari melukis. Semakin kental berkarya maka semakin kuat juga pemahamannya terhadap isi Alkitab. Ada damai dansukacita. Itu pasti.”
Melukis, menurutnya, tidak hanya dilakukan di atas kanvas, namun ia mengisahkan cerita Alkitab di dinding sebuah sekolah. Bahkan berlanjut mendesain ornamen yang diterapkan di belakang mezbah gereja Kudus – Sading, Bali. Tak disangkal semua pekerjaan ada tantangan, namun ketika sukacita itu melanda maka tantangan otomatis menjadi bahan pembelajaran untuk mendapatkan solusi.
Terlahir dari keluarga pemeluk Kristen yang taat, Gede mengaku darah seni mengalir dari sang ayah yang juga pemeran drama. Dari apa yang dikerjakan selama ini ia menyimpulkan sebuah talenta adalah berkat dan anugerah-Nya yang tak terhingga. Keseharian ia mengajarkan seni lukis untuk para siswa, namun keterampilan itu pun diterapkan di masa covid ini untuk melukis wajah dengan pensil atau akrilik.
Menurut Gede, sepanjang tahun 2020 ia telah menghasilkan lukisan sekitar 20-an. Angka yang menggembirakan, karena tak dapat disangkal ketika Covid 19 melanda dunia, tentu rasa masgul itu hinggap di setiap insan, tak terkecuali Gede. Hanya saja rasa syukur yang terus menetap, sehingga kekuatiran yang melanda dapat diatasi. “Saya ingin tetap berkarya dan menemukan hal-hal baru,” ujar Gede yang sejak 2003 telah bergabung dengan Komunitas Seni Rupa Kristiani.
Sejauh karirnya sebagai pekerja seni, Gede telah menapakkan karyanya di altar berbagai pameran lukis dalam dan luar negeri. Antara lain, Singapura, Australia, Inggris. “Yang pasti, Alkitab banyak menginsiprasi. Membuat saya lebih mengerti arti kekristenan. Saat ini saya sedang menyiapkan lukisan untuk Pameran Lukisan Kristiani di Jakarta tahun depan,” jelas anggota Bali Chistian Art Association (BCAA) itu.
Mengenal Injil dari Lukisan
Tak hanya di dalam negeri Alkitab menjadi gudang inspirasi para seniman, tetapi di mancanegarapun demikan. Salah satunya Osamu Giovanni Micico, pelukis asal Jepang, yang berpindah ke iman Katolik karena memandang sebuah lukisan. Bahkan jauh sebelum itu, para seniman di abad pertengahan, mempelajari dan membaca ajaran kekeristenan melalui simbol-simbol dan garis lukisan.
“Sama halnya dengan musik, lukisanpun berbicara kepada saya.Dengan harmoni, para pelukis tak hanya menyajikan lukisan realistis, tetapi ada yang lain yang sangat suci. Seni rupa Kristen adalah seni rupa agamawi yang memenuhi batin dengan damai sejahtera,” jelas Micico.
Pada ajang pameran seni rupa Kristiani di Jakarta beberapa waktu lalu, Setiyoko Hadi, perupa, mengatakan, para seniman Kristiani jangan ragu untuk mengangkat tema rohani dalam berkarya. “Pameran bertema Kristiani bisa mengetengahkan soal aspek humanisme, mengasihi sesama, bahkan yang lebih universal. Dan, itu tak hanya melukis salib atau sosok Kristus,” tegasnya.
Menurut perupa tersebut, seniman tentunya sarat wawasan, karena memang jika mau dilihat banyak tentang naratif riwayat hidup Kristus adalah obyek yang jitu untuk diunggah ke kanvas.
Fenomena yang tentu menjadi sejarah dunia seni lukis adalah ketika Pangeran dari Arab Saudi merogoh isi kantongnya untuk sebuah karya lukis Leonardo Da Vinci: wajah Yesus seharga Rp 6 triliun. Judul lukisan itu, Salvator Mundi (Juru Selamat Dunia). Tidak ada yang mustahil, memang!