Jakarta, NextID – Perekonomian Indonesia masih terperangkap dalam kecamuk ketidakpastian dinamika geopolitik global dan peta politik nasional yang akan menggelinding hingga akhir tahun 2024 . Tantangan tersebut berimplikasi pada preferensi investor asing dan dalam negeri yang tidak ingin gegabah melakukan ekspansi permodalan terlebih dahulu, karena dapat berujung pada resiko minimnya pengembalian tingkat investasi, dana investasi yang tertahan bahkan kerugian besar apabila kemudian stabilitas sosial politik yang tidak kondusif secara berkepanjangan.
Ketua Bidang Ekonomi, Keuangan dan Perbankan Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi (Ikafe) Universitas Hasanudin (Unhas) Ishak Saing, S.E., MBA. ini menuturkan tahun politik adalah ujian bagi dunia usaha. Para entrepreneur akan menimang-nimang secara cerdas langkah bisnis mereka, apakah mengambil pilihan bijaksana untuk tetap cooling down terlebih dahulu di masa transisi kepemimpinan atau berani mengambil resiko untuk move on di tengah ketidakpastian agenda politik pemilihan presiden (Pilpres), pemilihan legislative (pileg) medio Februari ini dan pemilihan kepala daerah serentak pada November mendatang.
Masing-masing investor memiliki risk appetite untuk mengambil keputusan investasi. Mereka wait and see dalam kondisi ketidakpastian politik Indonesia. Bahkan tidak sedikit investor untuk memilih untuk retensi investasi mereka hingga sebulan mendatang, pasca Pilpres dan Pileg selesai. “Jangan sampai [dana] mereka masuk investasi mereka terperangkap,kalau tidak bisa ngapa-ngapain ini akan repot bagi mereka,“ ujarnya, Jumat (19/1) dalam UPI Show Talkshow IKafe Unhas “Economic Outlook Indonesia 2024”
Ishak yang juga merupakan Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Presiden (KSP) mengutarakan, tatanan ekonomi pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin kini dalam kondisi stabil di tengah riak-riak geopolitik global dan kontestasi Pilpres. Dan ini akan berusaha dikawal secara berkesinambungan dengan memberikan berbagai insentif menarik bagi dunia usaha untuk berkreasi menggenjot peluang-peluang bisnisnya.
Dia mengatakan tantangan dan peluang ekonomi Indonesia masih kondusif dengan berbagai ketidakpastian hari ini. Itu tergambar dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terbilang positif meski masih bertumpu pada sektor konsumsi. Ekonomi Indonesia bergerak dengan daya beli masyarakat, belanja pemerintah, investasi global dan keberlanjutan ekspor.
“Pemerintah tidak akan bilang kalian harus nunggu Pilpres dulu baru berinvestasi karena saat ini ekonomi stabil dan pemerintah juga memberikan karpet merah bagi investor dengan tax holiday. Kami di KSP terus menganalisa kebijakan-kebijakan ekonomi yang tepat untuk mendukung investasi asing dan nasional,” ungkapnya.
Sementara itu Ketua II Ikafe Unhas Muswirah Jusuf Kalla, S.E., MBA mengutarakan pilihan bagi dunia usaha di tengah ketidakpastian politik nasional dan serangan investasi asing, adalah inovasi dan transformasi bisnis. Dia mengatakan dua strategi bisnis tersebut adalah pilihan yang tepat untuk menekan biaya operasional perusahaan dan memberikan nilai tambah bisnis.
Maka, sambungnya, penguatan investasi teknologi, peningkatan kompetensi SDM, pengembangan pelayanan bisnis dan pemahaman terhadap berbagai peraturan baru pemerintah menjadi tantangan tersendiri untuk beradapatasi dengan berbagai peluang-peluang yang tersedia. “Dunia usaha harus siap beradaptasi karena di tengah perlambatan ekonomi, sektor swastalah yang semakin berperan. Namun kompetisi akan semakin ketat, karena berbagai pihak akan berusaha untuk ikut serta dalam investasi tersebut,” tukasnya.
Direktur Utama PT Sarana Mediktama Kemang – KMC Hospital ini mengharapkan pemerintahan saat ini dapat mewariskan pemilu yang damai di ujung kekuasaannya. Karena apabila transisi kepemimpinan menimbulkan kegaduhan dan konflik ini akan berakibat high cost economy bagi dunia usaha, dan ini amat tidak bagi citra pemerintah dan kesejahteraan masyarakat. “Dunia usaha berharap pemerintah melakukan hal-hal baik untuk menjaga politik Indonesia dalam kondisi yang aman dan kondusif, “ ujarnya.
Sementara itu Presiden Schroder Investment Management Michael Tjoajadi mengatakan, investasi nasional akan dipengaruhi oleh tingkat suku bunga Amerika Serikat (federal rate). Bila federal rate menciut, maka uang akan mengalir dari negara maju ke negara berkembang yang memberikan return yang lebih tinggi. Para pengusaha akan meminjam dana di negara maju dan akan dibawa di negara berkembang. Namun karena kondisi geopolitik global dengan adanya perseteruan antar negara akan mengakibatkan high cost, uncertainty dan transfer antar negara yang semakin mahal.
“Krisis global bisa berdampak globalization menjadi deglobalization. Caterpillar dan Komatsu bisa saja membangun pabrik sparepart di negara berkembang [kalau ada perang terus] untuk memenuhi kebutuhan konsumennya di negara-negara tersebut,” analisisnya.

Sementara itu Andi Muhammad Sadat, Phd mengingatkan bahwa digitalisasi industri menjadi solusi strategis bagi dunia usaha di tengah gambaran suram ketidakpastian ekonomi masa depan, apalagi volume perekonomian digital nasional merupakan yang terbesar di Asia. Setelah itu di peringkat berikutnya ada Vietnam, Thailand, Malaysia dan Singapura.
Berdasarkan data itu pula, ungkap Eks Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unhas ini, 70% penduduk Indonesia yang kurang lebih berjumlah 270 juta telah memiliki akses internet yang didominasi perangkat handphone. Sehingga dengan basis modal tersebut akan menjadi pijakan berimprovisasi menggerakkan nilai tambah ekonomi nasional yang lebih kreatif dan produktif.
“Masih banyak peluang ekonomi digital yang bisa kita lakukan dengan potensi besar tersebut. Masih banyak yang bisa kita kerjakan di tengah ketidakpastian, masih banyak inovasi yang bisa kita lakukan dengan kondisi geopolitik global hari ini. Kita jangan menari-nari di atas genderang [ketidakstabilan] yang diciptakan negara lain,” tegas Ketua Bidang Pengembangan Organisasi dan SDM Ikafe ini.
Sementara itu Ketua Bidang Pengkajian Ilmiah dan Isu Strategis Ikafe Prof. Wasiaturrahma, S.E., M.si mengutarakan pentingnya sinergi sektor rill dan sektor jasa keuangan untuk menggerakkan perekonomian dalam negeri. Dia mengatakan perlu regulasi yang lebih bersahabat bagi pelaku UMKM yang membuat akses mereka pada dunia keuangan dan perbankan semakin terbuka luas. “Perlu reformasi sektor keuangan dan perbankan sehingga pertumbuhan ekonomi nasional semakin lebih baik di masa memdatang,” saran Guru Besar Bidang Ilmu dan Perbankan FEB Universitas Airlangga ini.
Ketua Umum Ikafe Unhas Hendra Noor Saleh mengingatkan pentingnya ekonomi nasional yang berpihak pada berbagai golongan. Diversifikasi ekonomi harus dijalankan, dan semua pihak harus happy dalam pesta kesejahteraan sumber daya alam Indonesia. “Jangan ada sentralisasi faktor-fakktor produksi di tengah ketidakpastian ekonomi dan dinamika politik nasional. Ekonomi Indonesia harus tumbuh untuk semua kalangan masyarakat,” tegasnya.