Home / LifeStyle / Leisure / Corp / Merenda Nilai dalam Kebersamaan
Reuni paling seru di tahun 2022 dihadiri oleh lintas angkatan dan para mantan guru SMP Katolik Tanjungpinang. (Foto dok. Asoka)

Merenda Nilai dalam Kebersamaan

Oleh Martha Sinaga

Jakarta, NextID – Kebersamaan…  Wuih, senang membaca kata itu. Tetapi akan lebih bersukacita lagi bila bisa menghargai nilai sebuah kebersamaan. Tak mudah memang menciptakan suasana dan keberadaan demikian. Apalagi di era yang semua sudah dilalap oleh dunia digital. Pasalnya, semua sudah bisa ditemui, dilihat, dibicarakan hanya dengan sepotong layar medsos. Semua dianggap selesai. Silaturahmi itu cenderung diletakkan di agenda terakhir, walau tak dapat dikatakan hilang sama sekali.

Padahal jika mau ditelisik lebih jauh lagi, kebersamaan itu adalah memahami. Maka yang tak mampu membaca nilai harus sabar jika pada akhirnya masuk dalam relung hidup nan sepi dalam kesendirian. Yang bisa dirasakan dari kebersamaan itu antara lain membuat hal yang sedikit jadi terasa melimpah. Maka berpandangan baiklah terhadap banyak orang untuk menciptakan sebuah kebersamaan. Dan, tetap bersahabat dengan orang-orang yang jujur yang sama-sama mensyukuri sikap dan nilai dari kebersamaan itu sendiri.

Sie komsumsi sigap mempersiapkan segala sesuatu untuk lancarnya acara. (Foto dok. Asoka)

Mungkin kenyataan itu yang mendorong Brilio berpendapat, kebersamaan itu mahal dan tak ternilai harganya. Maka beruntunglah orang yang mampu “membelinya” dan jangan pernah menjualnya kembali.

So, 12 tahun bukanlah waktu yang singkat untuk sebuah kelompok yang anggotanya terdiri dari “warga” berasal dari sebuah SMP Katolik di jantung kota Tanjungpinang di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Selama rentang waktu itu, alumni SMP yang kini banyak berdomisili di seputar Jabodetabek, juga dari beberapa kota  lain, bahkan dari kota Tanjungpinang dan Batam  selalu meringankan langkah untuk menciptakan sukacita kebersamaan itu di Jakarta. Wow..

Uniknya setiap perayaan hari besar keagamaan seperti Natal, Tahun Baru, Imlek dan Idul  Fitri, para alumni menggelar acara kebersamaan dengan menu acara yang mendorong rasa kebersamaan itu menjadi semakin tebal. Kelompok itu kini telah menamakan diri sebagai Alumni Sekolah Katolik Tanjungpinang atau Asoka.

Syukuran atas usia 12 tahun reuni Asoka telah berjalan. Prosesi serah terima nasi tumpeng kepada alumni. (Foto dok. Asoka)

Gerak moral luhur ini dimulai bersama. Selanjutnya pemikiran cerdas itu dituangkan dalam kinerja beberapa personil di lintas angkatan. Awal reuni digelar di salah satu sudut pusat kota Jakarta yang dihadiri oleh para guru (pensiunan) dan para alumni SMP Katolik lintas angkatan, pada tahun 2011 .

Saat itu memang dipenuhi memori dan rasa kangen. Sukacita dan luapan emosi positif tak lagi terbendung. Airmata haru mengalir dalam berbagai rasa. Semua seakan ingin diluapkan setelah puluhan tahun meninggalkan sekolah di atas bukit kecil itu di Tanjungpinang. Semboyan Tat twam asi ,yang begitu luhur atmosfirnya terasa di kala itu. Pedoman itu yang pada akhirnya membangun sebuah kehidupan yang rukun dan damai dalam kebersamaan selanjutnya.

Tahun berganti, acara yang membungkus kebersamaan tetap dijalankan. Lagi dan lagi acara didukung oleh para guru. Doa penuh pun dilantunkan oleh Ibu Elizabeth, Ibu Sylvia Margareta Maria Olivier, Ibu Yuli Triany, dan tentu para guru terkasih lainnya. Semua itu dibungkus dengan satu tujuan, kebersamaan.

Bisalah dibayangkan bahagia itu melekat keras, karena para guru menyatu dengan murid dalam keadaan sehat, semangat dan buraian kesaksian penuh warna. Semua memicu semangat hidup dan motivasi dalam menjaga dan melestarikan kebersamaan itu sendiri.

Mengisi acara, lintas angkatan. Berduet dengan irama lagu yang juga disukai para alumni. Pecah! (Foto dok. Asoka)

Kebersamaan itu Memberi

Setiap kejadian memang melahirkan kenangan. Betapa tidak, karena kebersamaan yang digalangpun berhasil memicu ingatan untuk berbagi. Ini tentu mencakup sebuah nilai lagi. Nilai ingatan, walau ada kalimat arif yang mengatakan bahwa jika tangan kanan memberi maka tangan kiri tak perlu tahu dan sebaliknya.

Hanya saja memberi di sini diartikan untuk berbagi rasa. Pundi-pundi dijalankan, tangan para alumni di atas. Selanjutnya apa yang terkumpul diteruskan kepada yang memang membutuhkan di “kampung halaman” SMP Katolik Tanjungpinang. Sentuhan itu tak penting seberapa besar nominalnya namun harga sebuah ingatan dan tindakan lebih jauh akan merenda kebaikan di hari-hari mendatang.

Asoka dalam salah satu butir acara pernah menggelar ke panti asuhan peninggalan Belanda di bilangan Jatinegara, di Jakarta Timur. Apalagi jika tak berbagi dengan anak-anak yang tinggal di panti asuhan. Perasaan yang nano-nano pun muncul di sana, berdialog dengan anak anak yang karena satu dan lain alasan harus berpisah dengan orangtua mereka. Haru biru!

Reuni pertama kali di Jakarta pada 2011 dengan mengundang mantan guru-guru SMP Katolik Tanjungpinang. (Foto dok. Asoka)

Bahkan langkah pasti kegiatan terus berlanjut. Bersama rombongan Asoka berkunjung ke sekolah asal di kota Tanjungpinang. Bisa bayangkan? Kembali ke sekolah asal yang dilakukan guru dan murid, rasanya sebuah pemandangan langka untuk saat ini. Tapi, itulah yang terjadi. Kebaikan itu ada muaranya. Bukankah begitu?

Kebersamaan (communion) itu sebuah kenyataan yang dinamis. Semua pribadi memainkan perannya dengan saling mengisi, saling membantu, dan saling menghargai sehingga tercipta realitas baru sebuah partisipasi dalam sebuah kenyataan, saling menghargai lebih tinggi.

Mungkin dasar pemikiran bersama tentang hal itu maka reuni tak hanya dilakukan saat perayaan hari besar satu agama atau golongan saja, namun disepakati untuk dilakukan pada perayaan agama dan hari besar yang dianut masing-masing alumni. Inilah kunci terpenting dari kebersamaan itu. Nilai solidaritas yang tetap dijaga bersama. Luar biasa.

Salah satu acara menarik, line dance dengan beat yang mampu menggoyang dan menghentak. (Foto dok. Asoka)

Cinta kasih dalam kebersamaan itu tentu meliputi segala ruang kemanusiaan. Sosial, etis, estetis hingga teologis. Jika itu diterapkan maka akan muncul sebuah pengertian bahwa dalam perbedaan itu ada kekuatan, dalam keragamaan itu muncul multi ide nan positif. Tentu ini untuk kekokohan kelompok tersebut di hari depan, yang idealnya berdampak keluar.

Gerakan berkumpul dengan menebar kenangan kebersamaan telah dilakukan bersama pula. Tentu diharapkan sifat kebersamaan itu terus berlanjut ke generasi berikut. Sebagaimana yang dikatakan oleh Dr. Herschel H. Hobbs bahwa tidak ada seorangpun memulai sebuah gerakan yang ditetapkan dapat bertahan terhadap waktu, namun ia memilih untuk menekankan pada usaha untuk mengajar orang yang mengikuti dia.

Anak bujang menebas bambu
diikat rapih letak di laman
Asoka berdendang menembus waktu
kumpulkan sahabat kampung halaman

Kain bermotif sekuntum bunga
bunga tanjung wangi aromanya
Kumpulkan motif sehati bersama
Jalan terbaik ditunjukkan-Nya





About Gatot Irawan

Check Also

Setelah Satu Dasawarsa…

Oleh Martha Sinaga Jakarta, NextID – Banyak orang berpendapat memulai sesuatu pekerjaan itu menemui kesulitan hanyalah …

Leave a Reply