Jakarta, NextID -Kisah daya juang keberhasilan banyak figur diunggah ke media massa. Tentu kisah sejenis membakar semangat bekerja dan menimbulkan inspirasi untuk terus berkarya bagi pembacanya. Walau apa yang dialami tidaklah mudah. Bahkan seringkali terjal, penuh onak-duri, yang dibungkus dengan derasnya airmata. Bukan hanya itu, kegagalanpun sering dialami, tapi balik lagi bukan kegagalan yang harus dikeluhkesahkan, namun seberapa kali bisa bangkit dari kegagalan itu.
Nah, kenyataan seperti itu juga yang dialami oleh Novi Juliani (45) – pelaku bisnis asal Purwodadi, Jawa Tengah yang kini bermukim di Metro, Lampung. Novi begitu ia disapa, memulai menggeluti bisnis bahan pangan atau kebutuhan kuliner, di awalnya. Mengapa dia hijrah ke lampung? Dulu mertuanya buka usaha di Lampung. Melihat peluang pasar menjanjikan maka ia sepakat dengan sang suami untuk meneruskan, dan mengembangkannya hingga kini.
Jatuh dan Bangkit
Jika ada pendapat yang mengatakan,usaha itu yang sulit adalah di langkah awal. Novi pun mengalami hal itu. Betapa tidak. Ia harus mempelajari materi yang diperdagangkan, sekaligus membaca kebutuhan primer pangsa pasar. Di sisi lain, belajar keras memahami relasi-relasi terbaik dalam membuka peluang bisnis atau menjaring relasi agar usaha yang dijalankan berjalan sebagaimana yang diharapkan.
“Sampai saat inipun saya harus mengasah kekuatan pikiran dan mengarahkan untuk bisa bersaing sehat di pasaran. Mengingat produk yang saya jual, bisa didapatkan di banyak tempat. Tapi ada poin-poin kemitraan yang terus dijaga selaras sehingga permintaan pasar terus mengalir. Puji Tuhan itulah yang kami alami, sekalipun Covid 19 melanda negeri ini,” demikian Novi menyibak sedikit kiat dagangnya.
Sungguhpun begitu ia tak menyangkal dalam perjalanan membentang usaha ini pernah mengalami apa yang dikatakan kegagalan. “Penyebabnya, suami salah mengkalkulasi. Tapi saya tidak tinggal diam atau lama berdiam diri. Saya bangkit, mulai lagi walau tidak dari awal. Ini tidak mudah. Sungguh tidak mudah, namun dengan begitu kami lebih berhati-hati, karena ditipu orang sudah saya alami dan itu nilainya signifikan,” tegas ibu dari Gregorius Hogus Edbert Wibowo dan Michael Hogus Purnama Wibowo itu.
Di tengah onak duri berbisnis, Novi dan suami berjalan tegar dan peka membaca kebutuhan pasar yang terus diasah. Dalam waktu yang tak terlalu lama materi bisnis bertambah. Kini dari gudang bisnisnya tersedia beragam kerupuk, soun, terasi, dan mie. “Pokoknya makanan pelengkap. Saya berpikir jika orang makan soto, pasti butuh kerupuk. Bikin sambal, membutuhkan terasi. Kebutuhan seperti ini yang saya prioritaskan. Sederhana kan tapi punya nilai ekonomi yang baik,” kisahnya.
Tak disangkal bahwa kreativitas, kepekaan melihat peluang pasar pada akhirnya mampu membuka pintu bisnis. William A Ward berkata, ”Belajarlah ketika orang lain tidur. Bekerjalah ketika orang lain bermalas-malasan dan bermimpilah ketika orang lain berharap.”
Belajar menjadi kreatif, bekerja dengan cerdas, dan bermimpi dengan baik adalah proses yang mendudukan seseorang pada kesuksesan. Itu tentunya menjadi penting bagi diri sendiri, keluarga dan orang lain. Kenyataan itu bisa dilihat dari peran Novi mampu mengasapi dapur para karyawannya, semasa Covid sekalipun.
“Puji syukur, ketika Covid-19 melanda usaha saya bisa bertahan. Bahkan tak mengalami penurunan omset. Saat itu benar-benar saya menekankan kepada semua pegawai harus menerapkan prokes, jangan sampai pegawai atau keluarga saya ada yang terkapar. Itu tentu akan mempengaruhi kinerja kami semua. Terpapar, aparat pasti tahu yang akhirnya usaha bisa ditutup. Jika itu sampai terjadi maka otomatis mempengaruhi kehidupan kami semua. Tetapi kenyataan ini jangan sampai terjadi,” papar Novi yang selalu mendiskusikan banyak hal kepada sang suami.
Satu sisi Novi membantu ekonomi keluarga, di lain sisi peran sebagai ibu tetap dijalankan dengan baik. Bukti bicara putra kecilnya tumbuh dan berkembang menjadi bibit unggul di cabang olahraga catur. Prestasi yang dicapai sang putra meraih sederet prestasi dalam berbagai turnamen catur setidaknya memperlihatkan perjuangan Novi, yang berhasil membagi waktu antara pekerjaan membantu ekonomi keluarga dan mendidik anak.
Perjuangan tersendiri yang membuktikan bahwa kodrat perempuan tak hanya melahirkan dan menyusui. Kreativitas akan membuka cakrawala berpikir yang lebih luas. Keluasan berpikir itu lantas menggiring Novi nyemplung untuk hidup berkomunitas dengan para sahabat yang punya visi dan misi yang sama, yaitu menjaga negeri, menghargai karya anak negeri, dan berjuang untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dicintai. “Aduh, jika kita bicara sebuah perjuangan tentu kita harus akui, sejak melahirkan dan membesarkan anakpun kita ini sudah berjuang,” begitu pendapatnya.
Cinta Negeri Dari Sikap
Di tengah kesibukkan mengurus bisnisnya dan memenuhi permintaan pasar yang rata-rata datang dari beberapa kota di Sumatera, Novi masih menebas waktunya untuk hidup berorganisasi. Semula ia mengaku tak begitu paham untuk hidup di tengah komunitas yang punya kecintaan yang sama terhadap NKRI. Bagaimana pun ia sudah membuktikan hidup berbagi dan menciptakan lapangan pekerjaan untuk masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Tapi ternyata ada skala yang lebih besar untuk berbuat bagi NKRI. Semua tentu didorong oleh rasa cinta terhadap NKRI.
Sungguh, cinta adalah salah satu anugerah terbesar yang dimiliki oleh manusia. Mungkin inilah kenyataan hingga Willa Cather mengatakan, ”Cinta yang besar selalu membawa keajaiban.” Rasa cinta kepada negeri ini maka Novi dimampukan untuk nyemplung dan berbuat di sebuah organisasi Tegak Lurus dengan Joko Wi. “Saya tak melihat figurnya, tapi saya melihat dan bukti atas apa yang sudah ia kerjakan.” Yup, Novi rasanya tak meleset bahwa kerja adalah cinta yang mengejawantah.
“Dengan bergabung ini saya menguji diri sendiri seberapa loyal terhadap NKRI. Di situ bukan hanya slogan tegak lurus, namun juga dituntut untuk kerja keras untuk NKRI. Contoh kecil, posting kinerja Bapak Joko Wi, mendukung program kerja beliau. Jika sudah bergabung, ya harus paham untuk kerja keras bersama. Meluangkan waktu, menuangkan pikiran, mempertebal kepedulian, dan hidup gotong royong. Kita harus punya komitmen dan berani melakukan itu,” beber Novi serius.
Benar manusia harus berani mengubah apa yang seharusnya diubah menuju yang terbaik, meraih kesuksesan, karena dorongan rasa cinta terhadap negeri dan sesama. Lao-Tzu, filsuf penting dari negeri Cina mengatakan bahwa dengan cinta yang dalam dari seseorang maka membuatnya menjadi pemberani.
Ketika disinggung asal muasal sangat mencintai NKRI, Novi yang rajin berkebaya ini mengakui, semua mengalir saja. “Dulu orangtua kita cinta Indonesia sembunyi sembunyi. Tidak berani bersuara lantang. Gak berani berbuat banyak untuk cinta negeri dan lingkungan, karena mungkin double mino (minoritas) dan itu beresiko,” ia berkisah.
Tetapi sejak era Bapak Jokowi dan Bapak Ahok, menurutnya, zaman sudah berubah. Kita yang dulu silent minoritas jadi berani bersuara menyatakan cinta ke NKRI dan semakin banyak yang berbuat positif di medsos dan dunia nyata. Semua terekspos sejak 2014 itu, walau sebelum itu saya sudah menyaksikan dan berada di lingkungan ketika Bapak Jokowi merapikan PKL di Terminal Tirtonadi, Solo. Kerja nyatanya yang memberi dampak positif di mata saya,” imbuhnya.
Bumi Dipijak Langit Dijunjung
Karakter militan Novi yang cinta NKRI, itu terkesan dari tindakannya juga alam pikir serta kepekaannya. Ketika diminta ketegasannya mengapa cinta NKRI? “Saya lahir di bumi ini, otomatis rasa cinta itu tumbuh dan berakar, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.”
Analoginya, seorang ibu yang sudah melahirkan kita, membesarkan kita, maka kita harus berbakti kepada orangtua. “Cinta tanah air itu tak bisa dibuat-buat (pencitraan), semua harus tulus. Itu bisa dilihat dari sikap dan cara kita membela, melindungi, bahkan rela berkorban. Sepanjang usia kita mencintai kekayaan negeri yang berupa adat istiadat, budaya, kearifan lokal hingga lingkungan di mana kita berada, “ tegas Novi.
Mencintai lingkungan itu juga yang mendorong Novi membuat sebuah keputusan. Para pegawainya yang berjumlah puluhan itu diambil dari masyarakat sekitar. Seakan ia ingin mengatakan semua dimulai dari rumah, karena memang banyak hal yang dimulai dari rumah. Dan terus berkembang ke rumah-rumah yang lebih jauh hingga pada akhirnya merambah ke lain pulau. Begitu juga dengan caranya berbisnis. Agen-agen bisnisnya bisa ditemui di beberapa kota dan di beberapa provinsi juga.
Berjuang era sekarang tak semata harus menyandang gelar, atau menggenggam senjata, atau mempunya kekuasaan dalam mengambil keputusan. Seyogianya berjuang para puan masa kini pun dalam mengasuh keluarga dengan baik, mendampingi tumbuh-kembangnya anak-anak sebagai genereasi berikut dengan jitu, di samping menanamkan rasa solidaritas, gotong royong kepada si buah hati, merupakan bagian dari perjuangan itu sendiri. Mengingat merekalah yang akan menjadi pewaris negeri.
Suatu tindakan tentu bermuatan harapan. Demikian pengakuan Novi, bahwa ia berharap generasi berikutnya semakin cinta kepada NKRI, mempertahankan martabat dan memajukan NKRI dengan ilmu yang sudah digenggam. “Bersyukur, walau terkadang dengan derai airmata saya melangkah dan bekerja, karena saya cinta negeri ini,” sibak Novi pula.
Sungguh, hati yang bersyukur, bukan saja merupakan kebajikan terbesar melainkan induk dari segala kebajikan yang lain. Gitu kan Novi. Terus berjuang! (Martha Sinaga)