Home / LifeStyle / Leisure / Corp / Corporate / Effiyati Yusuf, Bekerja dalam ‘Diam’

Effiyati Yusuf, Bekerja dalam ‘Diam’

Jakarta, NextID – Bicara kejadian demi kejadian di tengah Covid-19 yang melanda dunia, bagai cerita bunga rampai manusia dan kemanusiaan. Rasa sedih, sukacita, hampa sampai tak sedikit yang putus asa, silih berganti. Yang diperlukan kini bagaimana kekokohan iman, mental dan tindakan menyatu terpilin erat agar imun diri, kesehatan terus bisa dipertahankan sampai pada akhirnya jika pandemi berlalu muncul “kehidupan baru.”

Lama mengikuti perjalanan Effiyati Yusuf, walau tak intens namun tersirat perempuan jebolan dari sebuah perguruan tinggi, jurusan komunikasi informatika ini cukup inspiratif. Ia memilih dan menentukan karirnya justru di bidang “pengayoman” perempuan dan anak. Tak menutup mata belakangan ini banyak orang memilih pekerjaan yang menghasilkan uang, dan bagaimana caranya agar pundi-pundi berisi penuh, tabungan menggelembung, walau untuk itu harus menggeser nilai kebajikan, professional dan sejenisnya dalam bekerja.

Bisa dikatakan ibu dari tiga putri, Cut Nena Handhini, Cut Nisa Azzahra dan Cut Neya Maghfira, bekerja dengan panggilan hati. Pasalnya, yang ia tangani adalah para perempuan, ibu rumahtangga dan anak-anak yang mengalami kekerasan. Tepatnya kini Effi – panggilannya –  berada di jajaran Tim Ahli Pemerintah Provinsi pada Dinas Pemberdayaan Perempuan di Batam, Kepulauan Riau. Dengan status pekerjaan seperti itu bisa ditebak apa yang dikerjakan oleh Effi. Dalam perjalanan karirnya, Effi mengaku tidak mudah. Mengapa? Nah kita simak penuturannya.

Pendidikan dan Didikan

Untuk pekerjaan ini ia harus dengan senang hati mondar-mandir dari Tanjungpinang ke Batam dengan menggunakan feri. Ia berdomisi di Tanjungpinang dan berkantor di Batam. Sementara kasus per kasus, tak tahu kapan datang dan perginya. Yang pasti kasus muncul dalam keadaan apapun, ia harus berlayar ke Batam. Kenyataan ini rasanya tak banyak perempuan yang mampu bertahan, jika tidak memiliki panggilan jiwa.

“Pelik memang. Apalagi di tengah tekanan covid-19, angka kejadian meningkat. Seperti yang sedang kami tangani saat ini. Seorang fotografer freelance di Batam, menggagahi 13 anak di bawah umur. Satu dari mereka hamil. Nah, kami harus menangani anak yang hamil ini sampai pasca melahirkan dan mengembalikan mereka ke bangku sekolah. Untuk pelaku diserahkan kepada yang berwajib, dan ini masih dalam proses yang berwenang,” tegas Effi.

Effi lantas menuturkan pada umumnya kejadian ini dipicu dari kerawanan ekonomi, sehingga dengan mudah para muda diiming-imingi. Juga, gaya hidup yang penuh khayalan, sementara pendidikan mereke tak seberapa dan didikan dari keluargapun sangat minim jika tidak bisa dikatakan tidak ada sama sekali.“Karena minimnya ekonomi keluarga korban maka mereka kami bantu sampai persalinan di shelter Unit Pelaksana Tekhnis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), dan mendampingi ketika mereka mulai masuk sekolah lagi. Saya harus akui hal ini tidak mudah. Apalagi jika kasus mereka ditayangkan di medsos atau di media massa, tentu akan berdampak pada perkembangan jiwanya,” lanjutnya.

Pekerjaan sejenis ini sudah barang tentu membutuhkan nyali yang kuat, komunikasi yang tepat dan terpenting adalah kebersihan hati menolong sesama di atas segalanya. Kenyataan yang membutuhkan sikap dan tindakan kemanusian. Memanusiakan manusia, istilahnya, dan mungkin saja harus mengesampingkan segalanya untuk penyelamatan jiwa. Tak salah jika ia memilih disiplin ilmu komunikasi. Bisa dibayangkan komunikasi seperti apa yang dibutuhkan saat Covid melanda, dan komunikasi seperti apa pula yang harus diterapkan untuk menghadapi para “korban” dari kejadian sejenis.

Sentuhan jiwa, itu yang rasanya harus dimiliki ketika sudah berkomitmen masuk ke jalur kemanusiaan ini. Tak dipungkiri Effi memiliki talenta itu. Kehangatan, kelembutan, ketegasan diramu jadi satu. Bagaimanapun ia sendiri memiliki 3 anak dara. Naluri dan rasa kekuatiran seorang ibu tentu juga ada pada Effi Yusuf, demikian dia lebih dikenal.

Sementara hari lepas hari, kasus yang ditangani erat kaitannya dengan penindasan anak dan perempuan. Ketika disinggung hal itu Effi menjawab, ”Saya ini sedang belajar dari kehidupan ini. Terlalu banyak yang harus saya pelajari, telaah dan renungkan. Tidak mudah memang. Mungkin juga belum banyak yang saya dan tim lakukan dalam kasus anak dan perempuan ini, namun kami terus berupaya agar ke depan kehidupan perempuan menjadi lebih baik. Dengan begitu mereka mampu mengayomi anak-anak mereka dari predator dan kejahatan terhadap anak,” ujar perempuan kelahiran Tanjungpinang 18 Maret 1972.

Effi Yusuf saat berada di spot wisata yang indah, bersama suami. Ist

Kenyataan ini sama dengan pendapat dari Eartha Kitt. Kitt katakan bahwa ia belajar sepanjang hidupnya dan batu nisan akan menjadi ijazahnya. Setuju, proses belajar dan untuk naik kelas dari ketidaksempurnaan satu kepada ketidaksempurnaan lainnya menjadi guru terbaik untuk dapat melakukan yang benar.

Kesibukkannya menjabat sebagai bendahara di DPW PPP, tak mengurangi konsentrasinya untuk memantau masalah  perempuan dan anak. “Tumpuan keberhasilan itu ada pada titik pikir dan tindakan  kaum perempuan. Maka betapa hebatnya negeri ini jika kaum perempuan berada pada porsi kehidupan yang benar. Baik peran di tengah keluarga, sebagai masyarakat terkecil sampai ke jenjang pengambil kebijakan di banyak sektor kehidupan,” opininya.

Menyinggung sedikit kiprahnya masuk di jalur politik, Effi lantas menjelaskan. “Ya saya tertarik untuk menambah ilmu dan memperkuat silaturahmi. Tentu di ajang politik banyak yang bisa saya serap dan pelajari lepas dari disiplin ilmu yang saya dapatkan di akademis dulu.”  

Kekerasan di Semua Lapisan

Kata Effi, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini tak hanya terjadi di kalangan bawah , namun juga kalangan atas, bahkan dari berbagai kalangan. ”Jika mereka melayangkan pengaduan, data cukup akurat, atau kami yang membantu mencari  data karena jika dari kalangan bawa ada keterbatasan untuk berkomunikasi. Yang pasti kami segera menangani. Kinerja kami bukan sekadar  melihat mereka berasal  dari kalangan mana, namun jika memang pengaduan itu akurat, siapapun wajib untuk dibantu dan dicarikan jalan keluar sesuai ketentuan yang berlaku,” sibak Effi yang semula ingin menjadi piskolog itu.  

Walau kini jika dilihat dari hentakan pekerjaannya, apalagi di era Covid-19 disiplin ilmu itu telah dilakukan atau dipraktekan langsung di lapangan. Kekerasan terhadap perempuan dan anak di tengah lawatan Covid-19 ini semakin merebak. Tentu berbagai faktor penyebab. Selain yang sudah dikatakan di atas, faktor ekonomi menjadi pemicu yang sangat tajam.

“Belum lagi selama Covid ini anak anak main HP tak henti. Di situ mereka melihat banyak situs pornografi, juga berkenalan dengan orang yang mereka tidak tahu persis siapa. Ini juga pemicu masalah pemerkosaan anak semakin tinggi. Nah, jika dari kalangan keluarga tidak ada didikan yang baik. Predator bisa melakukan niat bejatnya dengan cepat, maka  banyak kalangan harus tanggap dengan kenyataan ini. Gak bisa hanya penanganan dari pihak tertentu saja,” ujarnya.

Naluri perempuan, perasaan seorang ibu terus bertahta di hati dan pikiran Effi untuk lebih punya waktu dan sikap dalam menangani hal sejenis. Walau ia sadari itu tidak mudah. Dalam tekanan masyarakat bisa saja berbuat sesuatu yang merugikan masa depan anak dan perempuan khususnya. Apalagi, keberadaan Covid yang tak satu orang tahu kapan semua ini akan berakhir. Maka bukannya tak mungkin tekanan itupun tak kunjung hilang.

Effi Yusuf dengan latar belakang laut Batam. Ist

Semoga Effi-Effi lain akan terus bertumbuh, dan peduli agar bisa mempersempit kenyataan yang horor ini. Anak anak itu tunas bangsa, jika harus dihanguskan oleh predator tentu harus ada penanganan yang lebih serius.

Negeri ini membutuhkan orang-orang cerdas yang memiliki hati lembut peduli terhadap sesama. Bekerja dalam diam, namun mampu menyikapi banyak hal. Setidaknya sebagaimana yang dilakukan Effi Yusuf, membangun enerji hati dengan asam manisnya pengalaman hidup. Pengalaman hidup itu membuat seseorang lebih kuat menghadapi berbagai kejadian. Begitu kan Effi Yusuf? (Martha Sinaga)

About Gatot Irawan

Check Also

“Tjikini En Omstreken” – Penyegaran Sejarah di Sekitar Kita

Jakarta, NextID – Ini bukan lagi belajar sejarah tempo doeloe ya, tapi upaya keren untuk …

Leave a Reply