Jakarta, NextID – Para pengusaha kapal yang tergabung dalam Indonesian National Shipowner Association (INSA) berharap pemerintah tidak membiarkan banyaknya kapal supply dan tongkang serta perintis yang saat ini diparkir di dermaga sungai maupun laut karena sepinya order.
“Jumlah kapal yang diparkir sudah lebih dari 4.000 unit. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan. Yang dibutuhkan para pengusaha kapal saat ini adalah adanya percepatan proyek salah satunya 35.000 MW,” ujar Ketua Umum INSA, Johnson W Sutjipto, dalam jumpa pers di kantornya, Senin (28/3).
Menurut dia, dengan berjalannya pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW, maka ribuan kapal tongkang yang kini diparkir akan kembali berjalan dan tidak jadi besi tua. Seperti diketahui, kata Jhonson, banyak anggota INSA yang saat ini menggantungkan usahanya dengan menyewakan kapal tongkang sebagai pengangkut batubara untuk energi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
“Jika proyek 35.000 MW yang lokasinya tersebar di seluruh Indonesia bisa berjalan, maka bisnis persewaan kapal akan kembali bergairah,” tuturnya.
Selain itu, lanjut Jhonson, pemerintah diharapkan juga untuk mempertimbangkan kembali keputusan penggunaan rupiah dalam kontrak. Pasalnya, keputusan tersebut jelas sangat memberatkan para pengusaha kapal yang selama ini menggunakan pola dolar dalam setiap kontraknya dengan perbankan.
“Kalau kontraknya dalam bentuk dolar, tetapi bayarnya rupiah kami tidak mempersoalkannya, tetapi ini kontraknya diwajibkan rupiah. Sementara, kontrak kami semuanya dalam bentuk dolar. Jika keputusan ini yang diterapkan, kerugian yang dialami pengusaha perkapalan akan sangat besar sekali,” jelasnya.
Sementara itu menurut Sekjen INSA, Lolok Sudjatmiko, seperti diketahui, saat ini sektor angkutan komoditas menyumbang 10 persen dari total angkutan yang menggunakan kapal.
“Dari ribuan kapal tongkang milik anggota INSA, dalam kondisi perekonomian yang tidak stabil seperti sekarang ini, terbantu dengan permintaan untuk mengangkut galian jenis C seperti batu split dan pasir. Padahal, selama ini permintaan pengangkutan terbesar berasal dari produsen batubara,” kata Lolok.
Ia kemudian mencontohkan, saat ini kebutuhan batubara untuk PLTU mencapai 90 juta ton pertahun. Jumlah itu tidak termasuk jika proyek 35.000 MW berjalan maka kebutuhannya akan meningkat menjadi 200 juta ton pertahun.
“Keberlangsungan proyek inilah yang sekarang ditunggu-tunggu para pengusaha perkapalan. Karena dengan berjalannya proyek ini, ribuan kapal yang diparkir akan bisa kembali berjalan dan tidak menjadi besi tua,” tuturnya.
Tetapi masalahnya, kata Lolok, sampai saat ini proyek 35.000 MW masih belum berefek apa-apa karena tendernya pun masih belum dilakukan.(Satoto Budi)