Jakarta, NextID – Para Gubernur dari enam provinsi yang menyumbang 58% luasan kawasan dan tutupan hutan di Indonesia melakukan pertemuan di Jakarta, Kamis (18/2), dengan perwakilan para lembaga donor internasional, kedutaan, dan sektor swasta dalam upaya mencari kemitraan untuk mengimplementasikan berbagai aktivitas pengurangan deforestasi.
Keenam provinsi di Indonesia yang berkomitmen dalam aktivitas pengurangan deforestasi ini adalah Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Papua Barat, dan Papua. Keenam gubernur dari enam provinsi ini disebut juga Satuan Tugas Gubernur untuk Iklim dan Hutan atau disebut juga Governor’s Climate and Forests Task Force (GCF) .
Berbagai lembaga yang bertemu ini akan membantu keenam provinsi tersebut mencapai komitmen yang telah mereka buat pada Deklarasi Rio Branco yang ditandatangani saat pertemuan kedelapan Satuan Tugas Gubernur untuk Iklim dan Hutan atau disebut juga Governor’s Climate and Forests Task Force (GCF) di Rio Branco, Acre, Brazil pada tahun 2014 lalu.
Dengan menandatangani Deklarasi Rio Branco, keenam provinsi Indonesia menyepakati pengurangan deforestasi sebesar 80% pada 2020. Dengan menggunakan rujukan deforestasi 2001-2009, pencapaian komitmen ini akan mengurangi laju deforestasi dari rata-rata 323.749 hektar menjadi rata-rata 64.749 hektare per tahun pada 2020.
Dalam pidatonya, Gubernur Kalimantan Barat Drs. Cornelis, M.H., sekaligus Koordinator Gubernur GCF di Indonesia mengatakan, “Hari ini, kita merayakan kemitraan yang telah terbangun, dan saat ini kita mencari kemitraan baru dengan aktor publik dan swasta untuk mencapai target-target kita dalam mengurangi deforestasi. Kemitraan ini merupakan langkah yang signifikan untuk mencapai target-target tersebut. “
Walaupun demikian, dukungan pendanaan berbasis kinerja yang layak, memadai, dan berjangka panjang dibutuhkan untuk mencapai target tersebut. Untuk mendapatkan pendanaan ini, keenam provinsi membutuhkan terbentuknya kemitraan dengan donor-donor internasional dan sektor swasta.
Salah satu langkah pengurangan deforestasi yang didiskusikan dalam pertemuan ini adalah adanya kebutuhan untuk memperkuat Kesatuan Pengelolaan Hutan yang telah ada. Revisi terbaru dari Undang-undang otonomi daerah mengalokasikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah provinsi untuk mengelola dan melindungi kawasan hutan.
Salah satu tanggung jawab penting yang diberikan kepada pemerintah provinsi adalah mengelola Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). KPH mempunyai kewenangan dalam pengelolaan area hutan, medukung investasi berbagai aktivitas kehutanan, dan mendorong partisipasi masyarakat di bidang kehutanan. KPH sangat penting dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan di Indonesia, namun untuk memastikan efektifitas kerjanya, pemerintah provinsi membutuhkan dukungan.
Pertemuan ini juga menyoroti kolaborasi dan kemitraan yang telah terjalin dengan para aktor sektor publik dan sektor swasta di keenam provinsi GCF. Salah satunya adalah kemitraan antara Provinsi Kalimantan Tengah, pemerintah Kabupaten Seruyan dan Kotawaringin Barat, serta perusahaan-perusahaan kelapa sawit dalam mendukung pemberdayaan, pemetaan, dan sertifikasi para petani swadaya kelapa sawit.
Dalam beberapa tahun ke depan, target pemetaan seluruh petani swadaya kelapa sawit di Kabupaten Seruyan dan Kotawaringin Barat diharapkan telah tercapai. Kemitraan juga bertujuan untuk mendorong transisi para petani menuju produksi kelapa sawit berkelanjutan yang sesuai dengan standar Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Pertemuan ini juga mendiskusikan perkembangan para gubernur dalam mengurangi risiko kebakaran hutan dan kabut asap yang telah memberikan dampak buruk bagi Indonesia di tahun lalu. Pemerintah provinsi Kalimantan Barat akan berkolaborasi dengan Association of Forestry Scholars untuk membangun aplikasi berbasis web untuk deteksi dini kebakaran hutan. Hal ini akan memperkuat kapasitas pemerintah lokal untuk mencegah kebakaran.